Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Mahasiswi Berkata Kasar, Memilukan

19 Maret 2014   17:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:45 1350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ilustrasi: shellsayanything.com)

[caption id="" align="aligncenter" width="438" caption="(ilustrasi: shellsayanything.com)"][/caption] Buka BBM dan melihat update dari teman-teman dan mahasiswa, lalu melihat status yang misuh (marah-marah) membuat ilfeel (ilang feeling). Apalagi diposting oleh seorang gadis yang saya tahu mahasiswi. Antara remuk redam hati ini melihat tingkah tuturnya. Dan kasihan terhadap orang tua yang selama ini mendidiknya. Seorang mahasiswi, yang dianggap dewasa dan memiliki pemahaman baik-buruk yang sangat baik, tidak pantas sekali membuat status dengan kata-kata kasar. Sepertinya ada yang salah dengan mahasiswi ini. Terutama dalam memahami perhatian. Yang saya fikir, dengan mempost status BBM kasar dan urakan, ia dapat diperhatikan. Dan intinya diperhatikan. Perduli amat dengan cara dan media untuk menarik perhatian. Kata-kata kotor bukan masalah. Selagi perhatian ia dapatkan. Betapa jauh dalam lubuk hatinya terdalam, ia butuh perhatian itu. Cara yang baik dan berprestasi saja tidak mendapat apresiasi dan perhatian. Mungkin cara yang anorma dan negatif bisa menarik perhatian. Intinya, jiwa mahasiswi ini seperti berteriak meminta perhatian. Walaupun, ia adalah seorang wanita dewasa. Yang sewajarnya dan dalam tumbuh kembang seorang manusia dapat dengan baik memikirkan segala tindak tutur dan perilakunya. Wanita yang sewajarnya dibesarkan dengan berdasar kepada norma yang baik dan sopan. Seorang wanita dewasa itu seumpama lembut, indah dan kuatnya benang sutra. Ia gemulai berpolah, indah bertutur dan bertindak serta kuat pendirian dan jati diri. Apalagi seorang mahasiswi yang notabene dididik di bangku sekolah untuk hidup sebagai manusia yang bernorma. Saya yakin, mahasiswi berkata kasar seperti ini tidak akan berani ia lakukan di depan orangtua mereka. Jikalau saja orang tua si mahasiswi ini tahu, akan sangat terenyuhlah hati kedua orangtuanya. Saya juga yakin, sebejat apapun orangtua, tidak ingin melihat anaknya menjadi bejat, apalagi untuk anak perempuan. Lebih baik dan lebih bahagia pastinya selalu orangtua harapakan dan usahakan. Apalagi sampai pada level kuliah. Mahasiswi ini ternyata disayang orangtuanya dengan disekolahkan sampai tingkat perguruan tinggi. Saya fikir, lack of attention dan appreciation seorang dimulai dari pola dan cara orangtua mereka mendidik. Bagi saya, kebanyaka atau mainstream pendidikan di rumah adalah Pokoknya Bisa. Pokoknya si anak bisa sekolah tinggi, syukur. Pokoknya si anak bisa berbaju cantik dan ber-gadget terkini, syukur. Pokoknya si anak bisa berteman, syukur. Pokoknya, pokokya,,bla...bla..bla. Dengan mengabaikan nilai-nilai perhatian yang utama, yaitu menghadirkan hati. Ada memang orangtua disisi anak mereka. Namun hati ke dua orangtuanya tidak ada. Mereka lebih suka berfikir menghasilkan uang atau pokoknya anaknya senang dengan mainan atau gadget baru. Hati adalah sumber perhatian itu. Tatapan biasa dengan tatapan perhatian yang datang dari hati pasti akan mengundang senyum. Bertatapan langsung dengan anak dengan menghadirkan hati, adalah perhatian sesungguhnya. Ingat, tidak hanya saat mereka kecil, bahkan ketika mereka dewasa. Dan mahasiswi ini seperti terus mencari sejuknya pandangan orangtua yang menghadirkan hati. Sebuah sunggingan senyum yang sejatinya adalah gambaran perhatian yang nyata. Seorang putri yang dididik menjadi wanita yang baik bertingkah laku serta sopan betutur kata, akan menjadi kebanggaan orangtua. Saat orang lain melihat mahasiswi yang baik, tentunya doa dan harapan akan terlontar. Saat seorang mahasiswi bertutur kasar, orang lain akan heran dan bertanya. Bagaimana orangtuanya mendidik. Dan baiknya, teriring kebaikan agar suatu saat nanti si mahasiswi menjadi kebanggaan orangtuanya. Salam, Solo 19 Maret 2014 10:23 am

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun