[caption id="" align="aligncenter" width="448" caption="(foto: filmdetail.com)"][/caption] Mungkin sudah cukup jengah dan gerah publik melihat manuver Koalisi Merah Putih (KMP) paska Pilpres. Seolah-olah mereka adalah kumpulan orang maha-benar. Mulai dari menolak hasil Real Count KPU, lalu tiba-tiba menggugat hasil Pilpres 2014. Nasib buruk gagal ke PTUN, dan wacana sesat Pansus Pilpres oleh KMP di Komisi II. Kini santer tersiar kabar berita, wacana penghapusan Pilkada langsung dan wacana RUU MD3. Kedua hal ini akan mencoba terus merongrong pemerintahan baru Jokowi-JK. Pemerintahan yang resmi kick-off setelah dilantiknya Presiden dan Wakilnya, 22 Oktober nanti. Namun, sepertinya KMP tidak berhenti nantinya. Sedang memanas, dan memperkeruh kondisi politik dan kenegaraan, adalah usulan penghapusan Pilkada langsung. Pilkada yang sudah diperjuangkan untuk bisa langsung dari tahu 2004. Kini akan dicerabut semena-mena oleh Parpol KMP. Dengan alasan menghemat biaya politik. Dengan membuat dalih seolah-olah menghapus Pilkada langsung adalah obat mujarab biaya politik tinggi. Dengan tidak menghiraukan esensi Pilkada langsung, yaitu suara rakyat. KMP sepertinya ingin terus merasa ada yang tidak benar dengan Pilpres yang sudah ada. Sehingga, semua ketebelece Pemili digugat dan dianiaya oleh nafsu syahwat kuasa. Kalau perlu, dirikan saja negara ala KMP. Negara dimana isinya adalah Presiden ambisius, provokatif dan emosional seperti Prabowo. Presiden yang akan mensejahterakan dengan caranya. Sejahtera menurut ambisi pribadi dan anggota koalisinya. Yang spertinya tidak jauh dari ambisi eksploitasi negri dan enaknya sendiri. Ranah eksekutif dengan Wapres seperti Hidayat Nur Wahid atau Anis Matta, atau Suryadharma Ali. Dimana orang-orang seperti ini akan berkoar menuju negara yang Rahmatan Lil Al'amin dengan gayanya. Dimana yang sejahtera adalah anggota eksklusif mereka. Tidak lupa keluarga dan sanak saudara. Belum lagi menambah selir-selir baru atau istri-istri dengan tarikat mereka sendiri. Dimana jajaran parlemennya adalah kondisi status quo pemerintahan yang sudah ada. Dengan dipimpin oleh tokoh seperti Fadli Zon, parlemen ini berkuasa ala kurawa. Dimana para anggota legislatifnya adalah para penganut faham 3D (Datang, Duduk, Duit). Dimana, sebisa dan secepat mungkin, Komisi seperti KPK dimakzulkan. Agar ada jalan aman melahap harta rakyat dan negara. Dimana seseorang seperti Fahri Hamzah menjadi orang yang tegas untuk mengumpat pimpinan daerah yang macam-macam. Sehingga, para anggota legislatif adalah raja di raja dari para raja di daerah. Setelah semua ada dalam kuasa, mereka pun bertindak semaunya. Dimana ranah yudikatif adalah hakim dan jaksa abal-abal. Dengan dipimpin orang seperti Akil Mochtar misalnya, otak-atik gugatan di lembaga seperti MK bisa mudah diatur. Semampu dan sebanyak apa upeti yang diberi. Hukum akan tunduk di kaki para pemberi jatah selangit. Hakim-hakim agung cuma sekadar jabatan saja. Keagungan adalah milik para cukong rakus alam Indonesia dan aparat pencinta nafsu kuasa. Tidak perlu ada Jaksa Penuntut Umum. Karena JPU yang mewakili publik adalah ancaman buat ranah yudikatif ala KMP ini. Lengkaplah kiranya jika KMP ingin mendirikan sebuah negara. Tidak perlu lama lagi sedang koalisi gendut mereka saat ini ketar-ketir dibawah sorotan media. Koalisi ini terancam dibongkar dan dicokok KPK jika pemerintahan baru berkuasa. Anggota koalisi yang kini bermewah-mewah di tingkat DPRD akan banyak menemui pejabat seperti Ahok. Pejabat yang benar-benar mementingkan nurani, bukan sekadar orasi. Semua tinggal tunggu waktunya saja, KMP hancur lebur. Tinggal mereka saja yang harusnya segera eksodus dan meninggalkan Indonesia kita. Mencari suaka atau menjajah negara antah berantah di ujung dunia ini. Segera! Salam, Solo, 11 September 2014 02:16 pm
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H