Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Kepada Kartini yang Bangun Siang Hari

21 April 2016   09:09 Diperbarui: 29 April 2016   17:40 2305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sleeping - ilustrasi: stock-footages.com"][/caption]Konon, Kartini di era gadget sudah sangat berbeda. Kartini yang dahulu diimpi seorang perempuan pemberani, kini digambarkan pemalas. Kartini-Kartini muda penerus tonggak generasi bangsa menjadi manja. Mereka banyak yang bangun siang hari. Mulai dari gadis kecil yang enggan ikut upacara di SD-nya di pagi hari. Sampai mahasiswi yang serasa santai dalam mengikuti kuliah pagi. Semuanya bisa ditawar. Kalau tidak bisa mereka merengek pada orangtuanya.

Salah orangtua mereka? Sepertinya demikian. Orangtua mereka ingin memberi Kartini muda ini semua yang terbaik. Mulai dari pakaian, mainan, gadget sampai tingkat pendidikan semua harus terbaik. Tak ingin generasi mereka nelangsa serupa orangtuanya dahulu. Cukuplah bapak-ibu mereka yang menderita. Bekerja dari pagi ke pagi lagi. Agar anak bisa bahagia dengan materi.

Salahkah? Tidak. Tidak ada yang salah memberi Kartini muda ini kebahagiaan. Yang salah adalah memberi terlalu banyak. Dan mengalah demi anak terlalu sering. Ada sebuah pemikiran kasihan jika anak diberi sedikit. Biarlah anak-anak perempuan kita diberi agak banyak. Dampak jangka panjang adalah. Kartini-Kartini muda akan meminta lebih karena biasanya orangtua memberi lebih. Baik barang maupun perhatian.

Kartini-Kartini muda pun meminta lebih banyak waktu untuk tidur. Alasan yang menjadi senjata adalah mereka lelah. Lelah bersekolah. Dengan asumsi di kepala setiap orangtua, sekolah sekarang berbeda dengan sekolah dahulu zaman mereka. Dahulu orangtua mereka sekolah dengan berjalan kaki. Lalu membantu orangtua di rumah. Perempuan sekarang berbeda pikir orangtua. Mereka bersekolah lama. Tidak usahlah memaksa mereka.

Tidur menjadi hobi. Hobi mereka tidur. Lelah hidup yang Kartini muda rasa saat ini begitu berat. Namun beratnya hidup terus mereka kumpulkan. Kartini muda belum bisa melihat terang di hidup mereka.

Jadilah mereka Kartini muda di masa depan, ibu-ibu rumah tangga yang bangun siang. Anak mereka bangun lebih dahulu dari mereka. Sarapan tidak usah lagi dibuat oleh tangan-tangan handal seorang ibu. Cukup pergi keluar dan membeli sarapan. Kartini yang sudah modern katanya. Kartini yang dibesarkan dengan rasa kasihan orangtuanya.

Kartini zaman modern lebih suka jajan daripada memasak. Kartini yang jika diminta suaminya untuk memasak malah banyak berdalih. Karena suaminya tahu masak bukan cuma untuk dirinya. Memasak menjadi contoh perempuan yang perduli. Suaminya bisa saja memasak. Tapi tradisi menggariskan, perempuanlah yang memasak. Dalih perempuan modern pun menjadi rengekan Kartini modern. Emansipasi salah persepsi pun menjadi pemanis silat lidah Kartini.

Andai waktu pagi para Kartini bisa lebih produktif. Memasak, membaca buku, menulis atau sekadar mempersiapak pakaian kerja suami, betapa indah hidup. Tapi entah mengapa, era emansipasi perempuan menjadi peluruh semua ini. Kalau lelaki bisa melakukan itu kenapa tidak lakukan saja. Kartini sekarang sibuk bekerja, memomong anak, kenapa harus mengurus suami? Suami sebenarnya bisa mengurus diri sendiri. Ah, sepertinya pernikahan hanya sekadar ikatan karyawan dengan atasan.

Kartini modern boleh tidur seharian. Jika dan hanya jika ia bekerja semalam suntuk. Salut untuk karyawati yang mendapat shift malam. Namun masih sanggup menggendong bayi dan menyuapi anaknya di pagi hari. 

Selamat Hari Kartini*

*Tidak untuk kartini yang bangun siang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun