Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jokowi Presiden, Solo Jadi 'Anak Emas' Pembangunan Daerah?

2 Agustus 2014   21:36 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:35 987
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(foto: kotawisataindonesia.co - credit: sintacarolina photography)

[caption id="" align="aligncenter" width="491" caption="(foto: kotawisataindonesia.co - credit: sintacarolina photography)"][/caption] Ada sebuah pameo politik yang difahami kita bersama. Jika seseorang naik ke kursi RI-1, maka daerah asalnya akan langsung 'meroket'. Dalam hal ini, menjadi anak emas dari daerah-daerah lain. Ada kecenderungan bahwa daerah asal seorang Presiden harus lebih baik dari daerah lain. Ada sebuah tautan yang dibuat logis, daerah yang menjadi kampung halaman seorang Presiden haruslah rapih dan bersih. Walau tersamar dan luput dari pemberitaan media mainstream. Ada saja yang patut dipoles jika sang Presiden kembali ke kampung halaman. Saat daerah lain menunggu bulan bahkan tahunan membenahi jalan. Jalan yang dilalui Presiden haruslah mulus dan rapih.

"Saya sudah mendapatkan laporan, pengalokasian anggaran peningkatan jalan di perbatasan (Wonogiri-Pacitan) itu mencapai Rp42 miliar. Mudah-mudahan Februari 2012 sudah bisa dilaksanakan, sehingga jalan sepanjang 7,5 km yang menghubungkan Desa Giribelah, kecamatan Giritontro, Wonogiri dengan Desa Kukus, kecamatan Donorojo, Pacitan, Jatim, bisa diwujudkan di lapangan," tukas Danar, Kamis (12/12/2013). (berita: theglobejournal.com)

Kondisi Pacitan terus terus dinamis dengan terus bergeliatnya pembangunan. Ada pembangunan PLTU Sudimoro, Pembangunan Jalur Lintas Selatan, Pembangunan Community College, Gedung Olahraga, sarana pariwisata dan pembangunan di sektor-sektor potensial Pacitan yang terus bergerak maju.

Semua keberhasilan pembangunan nasional itu, sambung Ibas, adalah tidak terlepas dari upaya pemerintah dibawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). (berita: rmol.co) Salahkah Demikian? Tidak ada yang hendak menyalahkan menyejahterakan kampung halaman seorang Presiden. Toh, ada warga Indonesia yang bahagia dan merasakan pembangunan di daerah tersebut. Toh, ada 'timbal balik' dari para pemilih di daerah kampung halaman sang Presiden. Dan warga disana juga mengharapkan hal demikian. Masa iya kampung halaman Presiden dibiarkan begitu saja. Pembangunan disana biasa saja. Masyarakat disana tidak terkena imbas dari 'efek' orang nomor 1 di negri ini. Dan, akhirnya ada sebuah kemahfuman umum. Walau ada riak-riak kecemburuan dari daerah lain. Atau bahkan dari daerah-daerah penyangga dari kampung halaman sang Presiden. Sayang seribu sayang, penyejahteraan kampung halaman ini cenderung dipolitisasi. Biasanya dalam hal memperkuat kantong suara untuk Pemilu. Dan yang terjadi secara faktual, Pacitan menjadi kantung suara untuk SBY dan Partai Demokrat. Pemilu 2014 ini, Demokrat memperoeh suara tertinggi di Pacitan. Dan terjadilah, Edhie Baskoro Yudhoyono menang mudah di Pacitan. Ia memperoleh 23.519 suara untuk Dapil Jawa Timur VII yang meliputi Pacitan, Ponorogo, Trenggalek dan Ngawi. Betapa mudahnya mencapai karir legislatif seorang anak Presiden. Dan hal ini didapat dari kampung halamannya sendiri. Bagaimana dengan para Caleg yang jor-jorang moril materiil berjuang demi kursi DPR? Bersaing dengan anak Presiden di kampung halamannya sendiri, lebih pilih menyerah saja. Lalu, Bagaimana dengan Solo? Solo atau Surakarta memang lumbung suara PDI-P. Partai ini memang sudah lama menjadi pilihan berpolitik warga Solo. Sehingga, Megawati melirik hal ini. Naiklah ke bangku legislator di DPR Puan Maharani saat ini. Dengan memperoleh suara terbanyak di Dapil V Jateng yaitu 251.354 suara. Dan, ini kali kedua Puan maju dalam Pileg. Setelah 2009 lalu juga maju dan duduk di kursi DPR-RI. Megawati dengan sigap memahami pilihan parpol warga Solo dan mencalonkan putrinya, Puan. Namun, tidak ada kaitannya dengan siapa Presidennya. Di Solo, yang terjadi adalah kuatnya loyalitas simpatisan PDI-P. Secara politis, dimanfaatkan dengan baik Megawati. Dan, di 2009 Solo tetap berkembang saat Jokowi menjabat Walikotanya. Dan yang sekarang terjadi pun, Solo tetap membangun. Sebagai Kotamadya, wajar jika Solo memang sudah menyerupai kota besar. Dan entah 5 atau 10 tahun lagi, Solo menjadi kota metropolitan selain Semarang. Dengan PAD (Pendapatan Asli Daerah) Solo yang terus naik, wajar jika Solo terus membangun dan menjadi kota investasi. Pada tahun 2009 lalu PAD Solo adalah 101 miliar. Dan naik pada tahun 2011 menjadi 108 miliar. Dan pada saat itu masih kepemimpinan Jokowi-FX. Hadi Rudyatmo. Dan, efek Jokowi memang belum terasa saat ini di Solo. Dalam hal ini, efek secara birokratif maupun kekuasaan. Dan, bukan ini yang diharapkan sessungguhnya. Solo akan tetap membangun. Walau Jokowi memang dari Solo, tapi jika dilihat ia bukan orang yang pilih kasih. Lebih baik, benahi Jakarta sebagai ibu kota negara. Janji-janji yang selalu menjadi tuntutan Jokowi-haters harus bisa direalisasikan. Berikan kemudahan dan percepatan birokrati untuk Jakarta. Sementara Ahok membenahi sisi iternal Pemda DKI. Jokowi membenahi sisi pusat yang penuh mafia dan cukong dana anggaran. Buktikan bahwa 'rumah baru'  Jokowi disana benar-benar memberi dampak nyata. Benahi propinsi baru dengan daerah 3T-nya (Tertinggal, Terluar dan Terjauh). Jangan sampai Solo menjadi anak emas pembangunan daerah. Jokowi-JK dengan kabinetnya harus bisa mengajak daerah-daerah ini 'melompat' dari ketertinggalannya selama ini. Sehingga, nyata adanya pembangunan fisik dan manusia Indonesia yang sesuai harapan. Walau idealistik, namun mimpi ini bisa tercapai jika ada kemauan dan kemampuan bersama. Daerah-daerah di Indonesia harus semua merasakan pembangunan. Bukan sekadar satu daerah saja. Apalagi daerah itu kampung halaman sang Presiden terpilih untuk 2014-2019 nanti. Biarkan saja Solo mandiri dibawah kepemimpinan F.X Hadi Rudyatmo dan Achmad Purnomo sekarang. Membangun dengan segala daya upaya pimpinan ddan segenap warga Solo. Efek Jokowi yang ada hanyalah serupa penarik bandul perhatian pengusaha dan wisatawan. Karena sejatinya Solo tidak memiliki sumber daya alam melimpah seperti Blora dengan blok-Cepunya. Solo akan tetap menjadi kota budaya yang menuju modernitasnya sendiri. Bercorak modern namun dengan tetap berpijak pada budaya lokal. Dan tetap, Jokowi akan menjadi kebanggaa warga Solo dan Jateng secara umum. Seorang pengusaha mebel dan bukan pimpinan parpol atau militer yang akan menjadi orang nomor 1 di Indonesia. Dan semoga, Jokowi akan menjadi kebanggaa Indonesia saat ia memimpin. Salam, Solo, 02 Agustus 2014 02:28 pm

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun