Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Indonesia Ada di TMII, TMII Ada Untuk Indonesia

31 Maret 2015   17:16 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:43 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Logo Taman Mini Indonesia Indah - ilustrasi: wikipedia.com)

[caption id="" align="aligncenter" width="576" caption="(Logo Taman Mini Indonesia Indah - ilustrasi: wikipedia.com)"][/caption] Taman Mini Indonesia Indah (TMII), sudah mewakili Indonesia sebagai gambaran mikro hidup ber-Bhineka Tunggal Ika. Dengan usianya yang hampir 40 tahun, TMII sudah mampu bertahan sekaligus berkembang di bawah terpaan arus globalisasi. Ia berhasil dengan apik menggambarkan Indonesia dengan keragaman budaya dalam bentuk nyata. Baik secara fisik diwakili oleh rumah adat, pakaian adat yang dipamerkan, juga secara psikologis memberi gambaran Indonesia sebenarnya. Mereka yang pernah datang ke TMII seolah seperti datang ke Indonesia, bukan sakadar datang berwisata. TMII adalah wahana mengunjunggi keragaman negeri, tanpa perlu berpergian jauh. Dan tahun tahun ke depan, TMII akan selalu memberi dampak yang bukan 'mini' seperti yang tersurat dalam namanya. Namun dampak yang tercipta seolah everlasting atau abadi. Bagi generasi yang sudah cukup berumur, pasti tidak lupa bagaimana rupa dan isi keragamanan TMII. Dan bagi yang masih kecil atau anak-anak, tidak pas rasanya hati jika belum mereka diajak mengunjungi TMII. Secara implisit, orangtua yang mengajak anaknya ke TMII seolah ingin berkata "Banggalah dengan Indonesiamu nak. Indonesia ada di TMII" Indonesia Ada di TMII Pada tahun 2013, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan menobatkan TMII sebagai Sasana Keberagaman Museum, Sumber Inspirasi Peradaban Bangsa. Sebuah penghargaan yang memang layak disematkan kepada TMII. Jika melihat kiprah dan kemampuan bertahan selama hampir 40 tahun. Dalam hal ini TMII memberikan warisan kebudayaan Indonesia dalam jangkauan kaki. Tiap generasi anak bangsa, akan mampu dengan menyenangkan, mempelajari ke-Bhinekaan Indonesia di TMII. Juga, saat turis asing berkunjung pun akan bisa melihat kergaman suku, adat adan budaya di Indonesia di TMII. [caption id="" align="aligncenter" width="480" caption="(Anjungan Jawa Timur - foto: tamanmini.com)"]

(Anjungan Jawa Timur - foto: tamanmini.com)
(Anjungan Jawa Timur - foto: tamanmini.com)
[/caption] Kemudian, yang terakhir Kementrian Dalam Negri RI menobatkan TMII sebagai Wahana Perekat Persatuan dan Kesatuan Bangsa taun 2014. Saat keragaman menjadi sebuah karakter Indonesia, TMII-lah yang mengantarkan keragaman ini untuk saling bersatu. Inilah yang kira-kira menjai tujuan awal pembanguan TMII awal tahun 1972. Dengan program Miniatur Indonesia, Yayasan Harapan Kita membangun dasar TMII. Dan meninjak usia 40 tahun, TMII memang menjadi wahana perekat persatuan bangsa Indonesia. Sebuah cita-cita yang terwujud dan akan selalu menjadi falsafah TMII. TMII Ada untuk Indonesia Secara implisit, Indonesia dengan keberagamannya haruslah merefleksikan diri dari TMII. Keberagaman dan kebersamaan budaya di TMII merefleksi gambaran indahnya Indonesia. Untaian archipelago di Taman Nusa adalah gambaran kesatuan Indonesia. Dari ujung Barat sampai ujung Timur Indonesia harus bisa dilihat sebagai gugusan pulau serupa untaiann mutiara manik manikam. Yang dilihat dari atas aero-monorail, adalah keindahan nusantara yang tergambar indah seindah mata melihatnya di kereta gantung. [caption id="" align="aligncenter" width="540" caption="(Peta TMII - ilustrasi: wikipedia.com)"]
(Peta TMII - ilustrasi: wikipedia.com)
(Peta TMII - ilustrasi: wikipedia.com)
[/caption] Begitupun indahnya jajaran paviliun propinsi yang menggambarkan keragaman Indonesia, menjadi refleksi Bhinneka Tunggal Ika. Andai lintasan paviliun yang ada di TMII itu serupa, maka keindahan tidak banyak tercermin. Baik baju adat, rumah adat, gambaran upacara adat dan diorama yang ada tiap paviliun adalah refleksi kekayaan Indonesia. Sebuah warisan yang patut dan wajib dijaga. TMII sudah berhasil melukiskannya dengan indah. Seolah menyadarkan, betapa perbedaan yang ada sejatinya adalah keindahann Indonesia itu sendiri. Pada akhirnya, setiap kunjungan ke TMII adalah kunjungan menapaki keberagaman dan keindahan Indonesia. Dengan hati bersuka cita, mengunjungi Indonesia di TMII adalah berkunjung ke rumah sendiri. Puluhan ribu bahkan jutaan kilometer jarak antar pulau tidak mungkin dikunjungi dengan waktu yang singkat. Namun, berkunjung ke TMII sudah seperti melintas pulau, menengok budaya dan adat, serta melihat keragaman orang Indonesia dari dekat dan dengan menyenangkan. Sebuah refleksi, bahwa Indonesia harus dipandang seperti rumah yang menyenangkan serupa TMII. Salam, Bandung, 31 Maret 2015 04: 17 pm

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun