Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Horor Singkat Tercekat #26

19 Maret 2015   22:46 Diperbarui: 7 Maret 2016   13:59 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ilustrasi: creativetales.net)

[caption id="" align="aligncenter" width="576" caption="(ilustrasi: creativetales.net)"][/caption]

Bunda hanya bisa menangis meratapi jasad adikku yang baru saja mengalami kecelakaan. Darah yang mengalir tiada membuatku gentar. Entah kenapa, aku tidak merasa sedih. Karena aku memang bredoa tadi pagi agar adikku mati saja.

- - o - -

"Pah, aku takut bobo sendiri di kamar" keluh putraku. "Kenapa? Ayo papa anterin ke kamarmu." ajakku meyakinkan. "Pah, aku takut." kami berhenti tepat di pintu kamarnya. "Takut apa ka?" "Itu ada setan di balik pintu kamar pah..". "Mana?" ku coba tengok belakang pintu. Yang kulihat membuatku terdiam. Jantungku memompa cepat darah di jantung. Ku lihat putraku di balik pintu. Melihatku, ia langsung berbisik "Pah, aku takut setan yang dateng dari luar kamar."

- - o - -

Penasaran, ku intip kembali lubang kunci kamar 409 itu. Dua hari ini, ku dari lubang kunci, ku lihat seorang ibu duduk menatap televisi. Sedang suara TV hanya suara siaran habis. 'Bu, kenapa ibu di kamar 409 tidak pernah keluar ya?" tanya ku ke pengurus losmen esok harinya. "Lho, ibu siapa nak? Itu kamar kosong". Ku terdiam dan hanya bisa senyum heran. Esok malamnya, ku mau hilangkan rasa heranku. Ku intip lagi luang kunci kamar 409. Kini, hanya sinar merah. Tidak terlihat apapun. Hanya merah pekat. Paginya, ku tanya lagi pengurus losmen apa benar tidak ada orang di kamar 409. "Tidak ada nak. Dulu ada seorang ibu tua memang. Tapi ia orang aneh. Ia ikut aliran pemuja setan kabarnya. Yang saya tahu, matanya kadang berbinar cahaya merah pekat". Kini hatiku tercekat. Ku terdiam.

- - o - -

Andai saja ku bisa teriak dan meratap ke para dokter. Hentikan! Hentikan ini semua. Kurasakan sayatan dan tajamnya pisau bedah menggaris nyeri jantungku. Tolong, tolong hentikan. Anestesi ini hanya membuat badanku seolah terbius. Tapi apa yang ku masih bisa dengan jelas merasa, melihat dan mendengar. Perihnya sayatan, obrolan para dokter, dan cahaya lampu meja operasi ini nyata bagiku. Aku mati, namun aku masih merasa. Mulutku kaku, tapi tangisku pilu.

- - o - -

Irwan temanku selalu kuanggap aneh. Sejak pertama kali bersua 3 bulan lalu, ia selalu canggung di hadapanku. Padahal tidak dengan teman kantorku yang lain. "Wan, lho kenapa kok rada aneh di depan gue?" tanyaku. "Emm..anu Vina, ga apa-apa kok?" ragu ia menjawab. "Beneran? Ngomong aja Wan. Gue ga apa-apa kok" "Anu Vina, lho sadar ga sih. Cuma lho di kantor ini yang ga punya bayang-bayang?" Aku hanya menatap sinis ke arahnya. Irwan lalu berbalik pergi dengan wajah memucat.

Cerita lainnya: #1 | #2 | #3 | #4 | #5 | #6 | #7 | #8 | #9 | #10 | #11 | #12 | #13 | #14 | #15 | #16 | #17 | #18 | #19 | #20 | #21 | #22|#23 | #24 | #25

Salam,

Solo, 19 Maret 2015

10: 46 pm

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun