Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Horor Singkat Tercekat #23

27 Februari 2015   04:02 Diperbarui: 7 Maret 2016   13:56 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ilustrasi: trapped-reflection.deviantart.com)

[caption id="" align="aligncenter" width="560" caption="(ilustrasi: trapped-reflection.deviantart.com)"][/caption]

Hantaman bertubi yang aku terima sudah tak lagi kurasakan. Hanya bisa kubaui seperti bensin menyelimuti tubuhku. Aku hampir tidak bisa bernafas. Hidungku sudah penuh darah. Nafasku bercampir darah yang masuk ke tenggorok. Antara sadar dan tidak sadar, orang-orang di sekitar terus berteriak "Bakar! Bakar!" Saat telingaku sudah kelu dan sulit mendengar. Tubuhku mulai menghangat. Ku rasakan perih luar biasa. Aku hanya bisa merintih dengan mulut yang sudah hancur dihantam dan diinjak banyak orang. Terpejam, aku hanya meregang merasakan api membakar tubuhku.

- - o - -

"Mas, kursi simbah dipindah saja ke gudang?" pinta istriku. "Biar saja disitu. Memang kenapa?" ku balik bertanya. "Kemarin siang, kursinya seperti ada yang menduduki lho Mas?" "Ah, itu khayalanmu saja kali Mah?" sergah diriku. Sembari berjalan menuju ruang tamu ku perhatikan kursi goyang peninggalan simbah. Tak ada yang aneh. Sampai ku lihat lamat-lamat, di kursi itu ada sosok putih. Pocong. Wajahku kelu, mataku terbelalak. Sampai ada yang menepukku pundakku. Tersengal, ku terbangun tepat kursi goyang simbah. Istriku menatapku heran disampingku.

- - o - -

"Nina..Nina!" berteriak Kiran dari ujung ruang. Berjalan mendekati dapur, Kiran bertemu Nina. "Nin, ini gimana buka pintu kamar mandinya? Macet. Gwe mau pipis. Cepetan!" paksa Kiran menggandeng tangan Nina menuju kamar mandi. "Makanya, lo beli rumah bagusan dikit knapa? Rumah tua gini lu tinggalin" sembari menggerutu Kiran menuntun Nina. "Kiran...! Lo dimana?" teriakan Nina menggemakan seisi rumah. Tercekat. Kiran melepas dan menengok si Nina yang digandengnya. Wajah Nina yang digandengnya menghitam. Hanya pendar nanar mata merahnya yang tersisa. Ruang kemudian menjadi gelap pekat, menghampa. Nina berteriak, namun suaranya sendiri pun ia tidak bisa dengar.

- - o - -

Orang bilang mencukur habis alis lalu berkaca, maka kamu akan bisa melihat bayang setan di cermin. Sudah ku coba lakukan kemarin sore. Dan, mitos ini tidak benar adanya. Setelah ku berkaca, tidak terjadi apa. Yang ku tahu, bayanganku di cermin tidak hilang walau ku sudah tidak bercermin.

- - o - -

Tersengal nafasku karena paru-paruku mulai perih. Kurasakan perutku seperti ingin meledak. Mulutku sudah hampir terbuka menganga. Rahangku sudah ku kurasa tidak bersatu lagi dengan pipiku. Mataku sama sekali tidak bisa melihat. Hanya panas dan perih yang menusuk. Jantungku berdegup hebat saat badanku mulai menghitam. Panas seluruh badan sudah membakarku hidup-hidup. Teriakan sudah tidak terdengar. Di balik jilatan api, sempat kulihat nanar mata seperti iblis. Saat ku meronta tanpa suara dan meregang dengan kesakitan. Seolah ada kepuasan melihatku terbakar.

Cerita lainnya: #1 | #2 | #3 | #4 | #5 | #6 | #7 | #8 | #9 | #10 | #11 | #12 | #13 | #14 | #15 | #16 | #17 | #18 | #19 | #20 | #21 | #22

Salam,

Bandung, 26 Februari 2015

09:02 pm

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun