Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Horor Singkat Tercekat #20

30 Januari 2015   05:43 Diperbarui: 7 Maret 2016   13:53 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ilustrasi: galleryhip.com)

[caption id="" align="aligncenter" width="553" caption="(ilustrasi: galleryhip.com)"][/caption]

Aku yakin melihat ayahku di pintu kamarku setiap malam. Aku yakin ia ayahku. Karena ia tersenyum padaku. Walau ibuku berkata ayahku telah tiada saat aku lahir. Aku yakin ia masih ada. Namun ibuku tidak percaya apa yang seorang anak SD sepertiku jelaskan.

- - o - -

'Mah, dengar suara bayi nangis ga di samping?" tanya Dinda. "Ah, suara apa. Mamah ga dengar suara apa-apa?" jelasnya. Dinda yang kebetulan menginap di RS menunggui ibunya yang sakit, mulai resah. Terdengar suara bayi dari kamar samping ibunya di rawat. Yang Dinda lihat sore, di samping kamar ibunya dirawat hanya halaman kosong.

- - o - -

Ilham mendengar suara ketukan dari pintu rumah pamannya. Agak sedikit ragu, ia beranjak menuju pintu. Tepat sebelum ia memegang handle pintu, ia teringat pesan pamannya. Jika ada ketukan pintu setelah pukul 11 malam, jangan pernah dibuka. Karena yang mengetuk adalah teman baik pamannya. Ia memang selalu datang setelah pukul 11 untuk mengajak bermain kartu. Sedang, si teman baik pamannya ini sudah meninggal 3 bulan lalu.

- - o - -

"Rin..Rin, bangun Rin.." paksa Erni membangunkan Rina. "Ah, apa sih Er.. masih malem nih?!" sergah Erni sambil mata masih terpejam. "Itu apa Rin..?" mulai lirih suara Erni. "Apaan sih Er" sembari bangun dan menebar pandang di kamar kosnya. Tanpa kata dan diam tercekat, Erni dan Rina memandang wanita berbaju putih kumal di depan. Sosok kuntilanak ini hanya tersenyum sinis, dengan mata nanar yang menatap mereka berdua.

- - o - -

"Barusan naik becak itu lo Hes??" tanya Umam bingung. "Iya emang kenapa Mam?" sambil melangkah masuk ke kampus. Umam, Hesti dan beberapa teman BEM hendak rapat untuk aksi besok malam ini. "Hes... yang gue liat. Tu becak ga ada yang nggowes!" ungkap Umam. "Ah, yang bener Mam??" Hesti mulai heran. "Beneran Hes.. itu kayanya becak setan yang warga sini sering cerita.." jawab Umam. Hesti langsung merogoh kantong celananya mencari kembalian receh dari si tukang becak. Yang Hesti raba hanya gumpalan tanah merah.

- - o - -

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun