Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Horor Singkat Tercekat #19

23 Januari 2015   05:15 Diperbarui: 7 Maret 2016   13:52 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ilustrasi: gofarawy.blogspot.com)

[caption id="" align="aligncenter" width="393" caption="(ilustrasi: gofarawy.blogspot.com)"][/caption]

"Fer, rumah di kiri jalan itu angker lho" Sambil ku tunjuk rumah di ujung jalan. Fery sepupuku dan aku berjalan pulang dari pasar malam dekat kelurahan. "Angker apa Ndi. Lha itu terang rumahnya. Itu ada ibu-ibu gendong anak di lantai atas" Aku terdiam tercekat. Karena yang ku lihat rumah itu gelap gulita.

- - o - -

Rani hanya bisa terdiam terpaku di kursinya. Beberapa temannya mencoba membangunkannya. Namun Rani tetap diam. Andai mereka bisa mendengar, Rani sedang berteriak. Tepat saat sang malaikat maut mencerabut jiwanya. Rani hanya bisa melihat raganya dikerumuni teman-temannya. Sedang teriakan jiwanya bungkam dalam dunia lain bersama malaikat pencabut nyawa.

- - o - -

Ku rasakan hembusan dingin AC mobil sesaat sebelum terlelap di mobil ini. Saat diluar panas terik, tidur di dalam mobil sendiri memang menyenangkan. Ku buka mataku setelah beberapa lama tertidur. Ku lihat cahaya terang. Terang sekali, mataku tak mampu menatapnya. Ku coba angkat tanganku untuk menutupi mataku. Namun tanganku tidak bisa bergerak, kaku. Ku coba gerakkan kakiku sambil terpejam. Kedua kakiku seperti terpaku. Badanku pun tidak berdaya, lunglai lemah. Cahaya terang itu semakin berpendar, aku pun tidak sadarkan diri. Tersadar, ku lihat diri ini meninggalkan ragaku yang tertidur di bangku mobil. Aku..., aku telah mati.

- - o - -

"Wan, ngapain lho di WC sendirian kaga ngapa-ngapain?" sapa Fuad saat masuk ke dalam WC kantor. Di depan wastafel dan kaca besar WC, Wawan hanya terdiam berdiri. "Wan, Wan. Jangan bercanda ah. Ngomong dong?" Fuad selesai buang air kecilnya dan menyusul Wawan di wastafel untuk cuci tangan. Fuad terdiam menatap Wawan. Ketakutan Fuad menyeruak, ternyata Wawan tidak memiliki bayangan di cermin di wastafel ini.

- - o - -

"Ting tong... ting tong" Suara bel rumah berbunyi. Sepertinya ada tamu diluar, Isa langsung membuka pintu depan. Tidak ada siapa-siapa di depan gerbang, juga di depan bel. "Mungkin anak-anak iseng" fikir Isa. Tapi malam-malam begini mana mungkin ada anak-anak? "Ting tong... ting tong!" Kali ini suara bel rumah begitu dekat. Padahal pintu belum Isa tutup. "Ada apa ini?" gumam Isa. Suara itu bel rumah berbunyi kembali. Kali ini terdengar dari dalam kamar. Isa segera bergegas menghampiri suara bel di kamar. Ternyata, bel rumah Isa sudah tergelak di sana. Mata Isa kian terbelalak, saat menyaksikan potongan tangan dengan jari yang menekan-nekan bel tadi. Potongan tangannya penuh darah.

- - o - -

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun