Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Horor Singkat Tercekat #12

5 Desember 2014   05:01 Diperbarui: 7 Maret 2016   13:42 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ilustrasi: cynthialottvogel.blogspot.com)

[caption id="" align="aligncenter" width="500" caption="(ilustrasi: cynthialottvogel.blogspot.com)"][/caption]

Sayup-sayup ku dengar putri ku yang baru berusia 1 tahun menangis. Mungkin ia minta susu. Aku terbaring kesakitan di tempat tidur. Mulutku ini penuh busa racun serangga. Paru-paruku sakit seperti ditusuk pedang. Air matakulah obat penahan sakit dan ungkapan maafku pada putriku. Semoga ada orang yang mendengar tangismu. Karena ibu akan pergi selamannya. Bunuh diri ini adalah jalan ibu lepas dari semua tekanan hidup. Selamat tinggal anakku.

- - o - -

Mata Rani sudah mulai terpejam selesai mengerjakan tugas. Berat mata terasa, lalu ia rebahkan badannya yang sudah kelelahan. Kost sudah mulai sepi. Semua pintu sudah dikunci. Rani mulai memeluk gulingnya, saat matanya melihat ke arah jendela kamar kosnya. Ada sosok yang seolah setengah badan masuk dan setengah badan diluar.

- - o - -

"Din..Udin ayo berangkat ke mushola, ngaji" ajak ustadz Soleh. Anak itu tetap menghadap membelakangi ustdz Soleh. Ustadz Soleh pilih beranjak ke mushola. Anak-anak TPA-nya sudah banyak berkerumun hendak salim pada ustadz Soleh. "Lho, kamu sudah sampe sini Din? Tadi bukannya kamu di lapangan bola?". "Saya dateng jam 5 tadi kok tadz?". Ustadz Soleh menengok ke arah belakang. Memicingkan mata di antara lamat-lamat Magrib menjelang.

- - o - -

Apa ini rasanya tindihan? Berat, pengap di dada. Tidak bisa bernafas dengan lancar. Kata teman-teman kantor, ada mahluk halus sedang menindihku. Ku coba membuka mata. Gelap, penuh debu. Serasa sempit. Sakit mulai terasa di dadaku. Tanganku tertindih sesuatu. Bau anyir darah mulai tercium. Ada bongkahan tembok tepat menindihku. Nafasku mulai tersengal. Dadaku serasa remuk. Pandanganku mulai kabur. Apakah ini yang disebut mati tertindih?

- - o - -

Teriakan-teriakan di dalam kepala Vera sudah enam malam menerornya. Entah apa atau siapa yang berteriak. Tapi teriakan itu begitu nyata. Sedang orang lain tidak mendengar teriakan apapun. Serasa gila, Vera sampai kadang menangis. Dan malam ini, ia berteriak sendiri di kamarnya. Hati dan fikirannya sudah mulai kacau. Dan teriakan di kepala Vera persis seperti teriakannya malam ini.

- - o - -

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun