Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Guntur Bumi Merasa Diperas Oleh Pasiennya, Kapok!

17 Maret 2014   17:31 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:50 1727
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ilustrasi: rawstory.com)

[caption id="" align="aligncenter" width="492" caption="(ilustrasi: rawstory.com)"][/caption] Melalui pengacaranya Ramdan Alamsyah, Ustadz Guntur Bumi (UGB) merasa ada oknum dari pasiennya yang memeras uang ganti rugi darinya. Para bekas pasien yang berkat putusan MUI, yang menyatakan bahwa prakti UGB dianggap menyimpang, kini mulai berbalik menuntut ganti uang. Mereka dulu pernah merasa ditipu dengan praktik perdukunan berbalut agama, merasa UGB telah memeras mereka. Mulai dari harus menyetor ratusan ribu untuk pesantrennya dan para santri UGB, sampai puluhan juta harus pasien setorkan. Menurut pengakuan para bekas pasien UGB di infotainment, UGB dan para santri berkesan memaksa (baca: memeras). Kini, UGB pun diperas. Kapok! "UGB sekarang jadi korban pemerasan dari sekelomok oknum pengcara yang berteriak di atas nama agama," kata Ramdan saat dihubungi, Minggu (16/3/2014). Kepada kuasa hukumnya suami Puput Melati ini mengaku dipaksa mengakui kesalahannya. "Mereka yang memaksa kita mengakui telah melakukan itu (penipuan atau pemerasan ke korban). Katanya mereka dengan orang-orang yang mengaku korban, mengancam akan memblow up ke media," ucap Ramdan. (berita: tribunnews.com) Rentannya Bukti Atau Kwitansi Pembayaran Pengobatan Mungkin inilah salah satu yang patut diwaspadai para pasien yang menjajal pengobatan alternatif yang seperti milik UGB. Tidak adanya kwitansi uang yang disetor pasien. Hal ini bisa menjadi penguatan bahwa sudah terjadi transaksi ratusan ribu bahkan jutaan rupiah uang pasien kepada UGB. Apalagi yang dsetor adalah emas (jika beserta surat-surat pentingnya) yang disetor tanpa tanda bukti. Akan sangat repotlah pembenaran jika UGB merasa diperas. Lha wong bukti kwitansi setoran tidak ada. Kalau cuma pasien ini-itu atau dengan mengingat wajah dan jumlah uang disetor saja. Rentanlah dan wajar jika ada oknum yang memanfaatkan momen ini. Entah saya fikir ada atau tidak dalam praktik perdukunan berkedok agama, bukti resmi transaksi pembayaran seperti Rumah Sakit atau setidaknya Klinik Umum. Namun, jika dilihat dari beragammya jumlah setoran bekas pasien korban prkatik UGB, saya mengira jumlah yang diutarakan atau disodorkan ke pasien hanya sesuai keingingan. Tidak ada penjelasan logis misalnya Rp. 75 juta untuk apa beserta detailnya pengobatannya. Apalagi katanya digunakan hataman Quran oleh para santri sehari-semalam agar santet terangkat. Lalu muncullah nominal harga 'pengangkatan'  santet ini. Dan saya kira, setiap pasien yang terkena santet akan berbeda 'pricelist-nya.' Sehingga, jika ada oknum yang 'pintar', maka akan diperaslah UGB. Mereka yang memanfaatkan konflik hukum dan carut-marutnya keuangan praktik UGB, pasti bisa memetik untung. Minim atau malah tidak adanya bukti transaksi menjadi dasar. Dan UGB akhirnya bisa merasakan betapa perih dan naifnya menjadi oknum yang diperas. Betapa saat para bekas pasien ini percaya pada UGB dan berharap akan kesembuhan, malah didesak serupa mesin ATM. Mereka diperas tanpa ampun dan seenaknya keinginan mereka. Karena terdesak untuk sembuh, pasien pun akhirnya pasrah dan mau mengikuti keinginan oknum-oknum dalam praktik UGB. Dan entah berapa banyak lagi oknum-oknum yang aji mumpung dalam kasus UGB ini. Bisa-bisa sampai bangkrut UGB. Selain karena UGB merasa 'diperas' bekas pasiennya, juga karena mahal membayar pengacara. Salam, Solo, 17 Maret 2014 10:16 am

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun