[caption id="" align="aligncenter" width="480" caption="(Fahri Hamzah - foto: pksnongsa.org)"][/caption] Sepertinya Fahri Hamzah (FH) kini membutuhkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Walau sejak dulu, FH benar-benar tidak suka dengan adanya 'superbody' serupa KPK ini. Banyak pula statement yang FH buat selalu menyinggung. Bahkan, ada wacana yang sempat terlontar darinya untuk membubarkan KPK. Kalau ucap Cak Nun, silahkan KPK dibubarkan, jika korupsi hilang dari negri ini. Namun FH tidak memakai logika budayawan serupa Cak Nun. Namun logika FH seolah didorong kepentingan golongan. Seolah melindungi 'jalur politik putih' ala Parpol Islam. Walau Parpolnya minim korupsi, namun mantan Ketumnya saja korupsi. Mungkin pula wacana pembubaran KPK adalah memberi jalur teduh golongan dan Parpolnya. Dengan sedikit demi sedikit mengikis uang negara. Dalih atas nama rakyat mungkin digunakan. Namun, 10 tahun lebih Parpol yang didiami FH, tidak pula memberi 'kesejukan' dunia politik Indonesia. Ada elitnya yang tersangkut korupsi. Ada pula kawan berkoar FH, yang gagal menjadi Gubernur DKI, kini mungkin mengalami post-power syndrome.
Fahri menilai, selama sembilan tahun KPK berdiri, tidak tampak adanya dampak nyata perannya dalam menekan korupsi. Bahkan, menurut dia indeks persepsi korupsi Indonesia tidak membaik. "Apakah selama sembilan tahun UU KPK disahkan, dia sudah memenuhi mandat kita semua dan menjalankan pemberantasan korupsi secara sistematis?" Fahri mempertanyakan. (4 Oktober 2011 berita: vivanews.co.id)
Setelah dilantik menjadi Wakil Ketua DPR, nampaknya niat membubarkan KPK belum surut. Wacana yang dulu pernah FH berani koarkan ke publik, ia akan tetap pertahankan. Walau belum secara pasti ada manuver hendak membubarkan KPK. Namun dengan posisinya sebagai Wakil Ketua DPR, bisa saja ia mewacanakan ini, kembali. Entah bagaimana cara atau dalih penguat niat FH membubarkan KPK, nanti ada jalan dan caranya. Walau kini, secara implisit FH malah membutuhkan KPK.
Fahri menuturkan peluncuran kartu KIS dan KIP belum dibicarakan dengan DPR. Apalagi, kartu tersebut diperlukan tender.
"Bayangkan kartu biasa bisa Rp 5 ribu dikalikan 15 juta, berapa triliun itu. Diatas Rp1 miliar saja harus ditender, apalagi yang triliunan. Kan engga main-main," tuturnya. Ia menuturkan itikad baik dari negara untuk rakyat harus dibarengi dengan legalitas sesuai dengan prosedur dan hukum yang berlaku. (berita: tribunnews.com)
Walau tidak secara eksplisit FH menyatakan butuh adanya campur tangan KPK dalam pengadaan KIS dan KIP dari kabinet Jokowi. Secara implisit peran meratifikasi dan mengaudit anggaran adalah pada BPK dan KPK. Dan otomatis, DPR yang bertindak sebagai 'perwakilan rakyat' meminta kabinet Jokowi beserta jajaran mentrinya meratifikasi anggaran yang ada. Dan tidak mungkin, anggota DPR yang 'terhormat' melakukan hal ini. Menganggarkan RAPBN saja dicurigai publik. Mana mungkin mau melakukan fungsi BPK dan KPK dalam hal anggaran pengadaan KIS dan KIP. Jadi, FH sepertinya mulai luluh pada keberadaan KPK? Melihat pentingnya KPK untuk membredel semua yang diprogramkan Jokowi dan kabinetnya dengan uang rakyat. FH mulai mau nrimo KPK yang dari tahun 2011 gembar-gembor mau ia bubarkan. Karena ia mungkin masih melihat Jokowi adalah antek asing, zionis, sekuler, dsb perlu ada yang menghambatnya. Rasa dengki dari Pilpres lalu, masih membara dalam hati FH. Dan dengan apapun, kalau bisa ia melihat Jokowi gagal. Dan semua sudah FH dan koalisinya mulai dengan menguasai parlemen. Atau, FH akan menjilat ludahnya sendiri? Alias munafik dengan dalih ala politisi yang penuh banalitas logika. Karena ia tahu ia adalah Wakil Ketua DPR. Dan ini adalah posisi terhormat di mata rakyat. Kini ia melunak dan mengikuti kemana pemerintahan berjalan. Tidak kritis ala koalisinya atau Parpol yang membawanya. Ia adalah nasionalis sejati. Yang mungkin pula mau mendapat cipratan dari pengadaan kartu-kartu dari Jokowi. Itu pun kalau ada. Kita tunggu apa yang akan FH lakukan berikutnya. Untuk saat ini, FH tidak usah malu kalau mau dekat-dekat dengan KPK. Salam, Solo, 05 November 2014 10:24 pm
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H