[caption id="" align="aligncenter" width="360" caption="(ilustrsai: demakblogger.blogspot.com)"][/caption]
Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar Agung Laksono menegaskan, kader partainya tidak akan ada yang masuk dalam kabinet Joko Widodo-Jusuf Kalla. Jika ada kader Golkar yang direkrut, Agung mengatakan, itu tidak atas nama partai.
"Ya tidak atas nama partai," kata Agung di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (17/9/2014). (berita: kompas.com)
"Tidak tertutup kemungkinan kader terbaik Koalisi Merah Putih ditarik ke pemerintahan Jokowi. Tapi, dengan konstelasi dan status politik sekarang, yang bersangkutan tidak mewakili partainya," kata Tantowi di Kompleks Gedung Parlemen, Jakarta, Rabu (17/9/2014). (berita: kompas.com)
Namun, bila nanti ada kader Golkar yang ditawari oleh Jokowi untuk menjabat sebagai menteri, Aburizal sebagai ketua umum mengaku mempersilakannya. Namun, bila hal tersebut terjadi, ia menegaskan bahwa kader yang ditunjuk bukanlah perwakilan partainya.
"Silakan saja, tetapi tidak mewakili Golkar," ujar dia. (berita: kompas.com)
Dari beberapa pernyataan para politisi pengekor Koalisi Merah Putih (KMP) diatas, apa yang bisa Anda simpulkan? Jelas. Mereka semua merasa diri mereka adalah wakil partai. Mereka bukan wakil rakyat. Rakyat yang sejatinya diakomodir dengan media politik serupa partai politik. Ternyata hanya sebagai anak tangga para politisi untuk mencapai kuasa. Setiap kepala kita adalah pijakan mereka menuju ke atas singgasana kuasa. Menjadi yang katanya wakil rakyat. Baik wakil yang menjadi anggota legislatif, maupun mentri dalam eksekutif. Nampaknya KMP tidak ingat (juga) siapa yang menjadikan mereka memiliki kuasa. Hak berpolitik adalah hak semua warga negara. Dan rakyat, boleh turut serta dalam sebuah partai, dalam hal ini partai politik. Hakikat partai politik harus berdasar pada pasal 28 UUD 1945 yaitu:
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang. (referensi: portalgaruda.org)
Dan dengan jelas, bahwa partai politik harus membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara. Hal ini dijelaskan dalam UU Tentang Perubahan atas UU Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik Pasal 1 Ayat 1, yang berbunyi:
Partai politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh kelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. (referensi: acch.kpk.go.id)
Sehingga partai politik dengan presumsi UUD 1945 No. 28 dan UU No. 2 tahun 2011 tentang Parpol pasal 1 ayat 1 berfungsi sebagai media aspirasi. Media aspirasi atau lebih umumnya disebut Dewan Perwakilan Rakyat, pun sejatinya bergerak dan bertindak dengan dasar rakyat. Dalam hal ini, semua aspirasi yang terwujud adalah hasil komunikasi intensif antar Parpol, Pemda dan DPRD. Sehingga alur fungsi parpol sebagai sarana komunikasi adalah sebagai berikut: [caption id="" align="aligncenter" width="311" caption="(Alur Fungsi Komunikasi Parpol | Yarni: 2011 dalam portalgaruda.org)"][/caption] Sedang faktanya, dari pernyataan geng KMP diatas kolom rakyat seolah dihilangkan. Aspirasi mereka adalah aspirasi golongan atau kelompok. Jika ketua berkata tidak atau mayoritas anggota menolak, maka gugurlah kiprah seorang politisi dari parpol tersebut. Sehingga, proporsi aspirasi rakyat sebagai dasar alur komunikasi diputus. Tanpa mendengar aspirasi dan gejolak yang ada di lapangan, geng KMP menjalankan manajerial partai politik seenak mereka sendiri. Berikut kira-kira alur diagram fungsi komunikasi parpol ala geng KMP. [caption id="" align="aligncenter" width="346" caption="(Alur Fungsi Parpol ala KMP, adaptasi Yarni:2011)"][/caption] KMP Berada di Luar Pemerintahan, Tapi Bukan Oposisi? Dan geliat yang agak mengganjal pula adalah istilah diluar pemerintahan ala KMP. Mungkin agak merancukan istilah oposisi yang selama ini ada. Semisal PDI-P yang memang oposisi. Walau tidak ada wakil mentri yang ikut dalam Kabinet Indonesia bersatu. PDI-P menganggap diri mereka oposisi. Sedang yang diistilah KMP adalah berada diluar pemerintahan.