Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Apa Anda Pernah Mengalami L'appel Du Vide?

11 Mei 2016   10:45 Diperbarui: 11 Mei 2016   12:23 1291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: pinterest.com

L'appel du vide mungkin terdengar asing bagi kita. L'appel du vide atau dalam bahasa Inggris call of the void mengacu pada keinginan spontan untuk meloncat dari ketinggian. Pernahkah suatu ketika Anda berdiri di ujung rooftop sebuah restoran di apartemen tertinggi, tiba-tiba Anda ingin 'terbang' saat melihat ke bawah? Anda sebenarnya takut ketinggian. Entah mengapa, ada keinginan untuk meloncat. Adrenalin Anda menyeruak. Hati Anda sudah membulatkan niat. Ditambah ada bisikan 'loncatlah, terbanglah'. Tapi seketika seorang sahabat menarik dan menyadarkan Anda. 

Seperti kena gendam karena bisikan halus, Anda tidak sadar apa yang baru saja terjadi. Call of the void begitu nyata baru saja. Anda bukan tipe orang pendiam dan perenung serta depresif. Tapi entah kenapa ada keinginan untuk meloncat dari ketinggian. Dan mungkin di lain waktu hal itu bisa terjadi.

L'appel du vide bukan hal baru dalam dunia psikologi manusia. Dalam ranah psikologi, gejala ini disebut High Place Phenomenon (HPP). Sebuah studi yang dilakukan peneliti Florida State University tahun 2012, mengungkap HPP terjadi karena misinterpretasi insting bertahan hidup. Seorang co-author penelitian ini, Thomas E. Joiner mengatakan "Fenomena ini bisa terjadi bahkan pada pribadi yang tidak ada riwayat depresi dan insting bunuh diri."

Joiner dkk, meneliti HPP ini pada 431 mahasiswa. Mereka ditanyakan apakah mereka pernah ingin terjun dari ketinggian. 17% dari mahasiswa tersebut pernah terbersit niat untuk loncat dari jembatan atau gedung setidaknya sekali. Bagi mahasiswa yang pernah ingin bunuh diri, sekitar 56% pernah juga ingin meloncat.

Penelitian ini mengungkap hasil yang serupa dengan penelitian terdahulu. Tingkat kecemasan yang tinggi menjadi penyebabnya. Tingkat kecemasan yang tinggi memicu kekacauan mengurai sinyal insting menghindari bahaya dalam tubuh.  Dan dalam studi Joiner dkk, tingkat kecemasan berlebih ini memang memicu HPP. Terutama buat pada orang yang belum pernah terbersit keinginan bunuh diri.

the-goal-of-all-life-is-death-quote-1-5732aa140323bdf30ee0f0b6.jpg
the-goal-of-all-life-is-death-quote-1-5732aa140323bdf30ee0f0b6.jpg
Ilustrasi: picturequotes.com

Konsep HPP ini sebenarnya sudah digambarkan oleh Sigmund Freud dalam esainya Beyond the Pleasure Principle di tahun 1920. Freud mengatakan "...semua yang hidup akan mati karena sebab internal dan tujuan dari kehidupan adalah kematian". HPP merupakan konsep self-destruction yang coba Freud gambarkan di tahun 1920. Keinginan untuk mengakhiri kehidupan untuk mengkonfirmasi tujuan hidup itu sendiri. 

Namun, konsep HPP ini juga akan rancu jika dikaitkan dengan keinginan lain self-destruction. Contohnya saat Anda berkendara namun tiba-tiba ingin rasanya Anda menabrakkan mobil ke truk yang berlawanan arah. Atau keinginan untuk loncat dari peron saat kereta api melaju ke arah Anda. Namun serpti diungkap Freud, death wish dalam diri manusia akan selalu ada. Dan bagaimana pribadi mengolah respon kecemasan itu menjadi penting.

Fenomena HPP ini pun tentunya membutuhkan penelitian lanjut. Apalagi konsep mitos dalam tiap bangsa dan budaya tentunya akan berbeda. Di Indonesia, keinginan untuk meloncat ini mungkin terkait bisikan gaib. Atau mitos pulung gantung di daerah Gunung Kidul DIY yang sampai saat ini masih dipercaya. Keinginan mengakhiri hidup ini bisa terjadi pada siapa saja. Jadi. Waspadalah.

Referensi: bodyodd.nbcnews.com | braindecoder.com | pimediaonline.co.uk

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun