Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ahok 3 Periode, Jokowi 3 Periode

21 September 2016   11:59 Diperbarui: 21 September 2016   12:40 2033
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Leadership - ilustrasi: grist.org

Apa lagi yang diharapkan publik dari pemimpinnya selain bisa sejahtera? Bisa tidur nyenyak tanpa perlu takut besok tidak bisa bekerja. Bisa menyekolahkan anak dengan baik. Bisa melihat pembangunan negri ini. Walau disana-sini penuh intrik dan pelik. Setidaknya ada usaha untuk memperbaiki. Tidaka sekadar ikut prihatin dan tebar pesona.

Jokowi dan Ahok saat Pilkada Jakarta tahun 2012 seperti mendatangkan harapan. Dari daerah untuk ibukota untuk membangun negri sepertinya diharapkan pubik, Terbuktikah? Belum terlihat kemajuan bagi para pembenci. Mulai terasa membaik bagi yang terus mengkritis dengan konstruktif. Terasa sekali bagi yang turut serta bersumbangsih mindset positif. 

Saat Jokowi maju sebgai Presiden banyak yang pro dan tidak sedikit yang kontra. Ahok yang kini di penghujung periodenya dajukan kembali pun menuia kontroversi. Serupa fenomena diatas, publik tetap mengawasi dengan perspektif dan mindset-nya. Siapa yang tidak senang 'lahan basahnya' selama ini akan diusik bahkan ditumpas. Namun banyak juga yang berharap status quo, stagnan dan korup perlu dirubah. Pemimpinlah ujung tombak semua ini.

Menimbang dan mencerna kinerja pemimpin perlu bijak. Namun bijak pun bisa 'dikurung' sesuai kacamata dan pola pikir masing-masing orang, kelompok dan golongan. Relatifitas untuk nilai kinerja bagus pun konvensi masing-masing orang kelompok dan golongan. Risih menilai bagus kinerja pemimpin akan dirasa poros pembenci dan pendukung. 

Namun inilah dinamika manusia dan peradabannya. Ada yang baik dan jahat sudah tercipta dari cerita Qabil dan Habil. Konflik Musa - Firaun pun diceritakan turun temurun. Ada perseteruan Rahwana - Rama atau Kurawa - Pandawa yang menggugah bahwa dinamika baik-buruk adalah kenisbian sebuah peradaban. Mau tidak mau, terima tidak terima, hal inilah yang membangun peradaban itu sendiri.

Tidak niscaya jika Jokowi-Ahok pasti didukung seluruh warga DKI. Begitupun saat Jokowi-JK maju di Pilpres 2014 lalu. Pun akan terjadi saat Ahok-Djarot di pra-masa kampanye, saat dan paska penghitungan suara. Tidak pula tiba-tiba pembenci akan beralih menjadi penyuka pemenang Pilkad DKI 2017 nanti. Benci yang kadung mengerak akan menjadi dendam. Dendam yang kian dipupuk mengubah mindset selamanya.

Antara pembenci-pencinta akan muncul golongan - . Kenapa dibuat - (strip/dash)? Karena - menyimbolkan keseimbangan. Individu, kelompok, dan golongan yang mengkritisi dengan tidak sekadar tertutupi perspektifnya dengan benci. Individu, kelompok, golongan yang juga mendukung namun menghindari kultus pribadi. Mereka yang merasa pemimpn adalah orang yang juga penuh silap dan khilaf. Tidak mengganggap pemimpin adalah Dajjal atau Nabi. Pemimpin juga manusia.

Andai bisa Ahok dan Jokowi diteruskan sampai 3 periode dinamika benci-cinta akan terus bergulir. Yang dirasakan pembangunan berarti bagi sebagian adalah akal-akalan asing dan teori konspirasi merugikan negri bagi sebagian. Pembenci akan tetap tumbuh. Beberapa menyerah pada kemajuan pemimpin yang telah beri. Pendukung pun bisa berubah sewaktu-waktu. Pengaruh pembenci dan merasa dapur rumahnya belum juga ngebul berlimpah bisa menjadi faktor.

Namun golongan - akan tetap ada. Ada yang bisa condong ke pro ataupun kontra. Namun saya pun yakin golongan pro/kontra akan menjadi golongan -. Golongan ekuilibrium serupa pengatur dinamika agar berjalan sesuai universalitasnya. Dan cap atau prejudice untuk golongan - yang dianggap pro akan tetap ada. Atau ajakan golongan pro (yang cenderung penjilat) untuk ikut bandwagon mereka pun juga akan terus ada.

Tuisan ini hanya tamsilan semata. Mungkin jika Jokowi dan Ahok akan terus memimpin apa yang dikelolanya saat ini, kemajuan akan lebih terasa. Perandaian inipun tidak lepas dari probabilitas pemimpin yang lebih baik dari mereka. Bisa saja menggantikan mereka. Atau bisa menambah daya dorong Jokowi atau Ahok. Sila saja dinamika publik yang akan membuatnya mengemuka.

Salam,

Wollongong, 21 September 2016

02:59 pm

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun