Media sosial masih digandrungi sebagai media kampanye politik. Kampanye politik di medsos masih menjadi opsi para Caleg untuk menarik perhatian dan simpati dari masyarakat. Namun sepertinya potensi kampanye politik untuk Caleg redup. Selain linimasa yang penuh dengan kampanye politik Capres, ada banyak faktor lain yang mempengaruhi. Â
Sebelum membahas faktor tersebut, perlu dipahami lanskap medsos secara umum. Lanskap ini juga akan terkait tujuan untuk menjadi medsos sebagai salah satu cara berkampanye politik. Beberapa gambaran lanskap medsos tersebut antara lain:
- Media sosial tidak terkontrol dan rentan disalahgunakan. Medsos saat ini banyak dicemar oleh upaya menyebarkan hoax, fitnah, dan ujaran kebencian. Tujuannya tak lain untuk dapat merusak citra Caleg. Tak jarang berpotensi untuk menimbulkan konflik horizontal di masyarakat.
- Media sosial sulit menggantikan interaksi langsung antara Caleg dan pemilih. Akun buzzer dan simpatisan yang kurang sopan di medsos bisa membuat konten kampanye malah jadi debat kusir. Kampanye door to door saat ini masih lebih efektif walau dari segi biaya mahal dan melelahkan.
- Media sosial tidak mencerminkan aspirasi sebenarnya dari masyarakat. Caleg yang terlalu berfokus pada kampanye via medsos kadang mudah tertipu dengan raihan engagement seperti like atau share. Padahal banyak pemilih yang tidak aktif atau non-organik bisa dibuat. Apalagi banyak juga yang memiliki akses minim ke medsos.
- Media sosial tidak menjamin kualitas dan pesan yang disampaikan oleh calon. Apalagi netizen julid juga sering saja mencari kesalahan demi sensasi dan like. Tapi juga banyak Caleg yang hanya mengandalkan slogan menarik dan merakyay, Â tapi minim solusi konkret atas isu-isu sosial yang ada.
Walapun medsos memiliki keunggulan dalam hal jangkauan, biaya, dan interaksi. Namun, beberapa faktor berikut juga membuat kampanye politik di medsos bagi Caleg tidak efektif. Mereka akan menghadapi banyak tantangan dan kelemahan seperti berikut ini:
Pertama, minimnya aturan  jelas dan tegas tentang kampanye politik di medsos. Dampaknya adalah potensi pelanggaran dan penyalahgunaan yang terjadi, seperti hoaks, fitnah, ujaran kebencian, black campaign, dll. Para Caleg dan partai politik seringkali tidak bertanggung jawab atas konten yang mereka sebarkan di media sosial.
Kedua, kurangnya koordinasi antar badan penyelenggaran Pemilu. Faktor pertama juga disebabkan oleh tidak adanya koordinasi dan sinkronisasi aturan terkait medsos dan kampanye politik. Sehingga yang ada pun sekadar himbauan dan sosialisasi semata. Publik pun menyaksikan sisi gelap kampanye politik antar Caleg, bahkan Capres.
Ketiga, keterbatasan transparansi dan akuntabilitas iklan kampanye politik Caleg di medsos. Para Caleg atau parpol sering tidak membeberkan informasi seperti sumber dana, identitas pengelola, dan tujuan kampanye dalam bentuk iklan di medsos. Hal ini menyulitkan masyarakat untuk membedakan antara iklan resmi dan iklan palsu Caleg.
Keempat, ala kadarnya kreativitas dan inovasi dalam kampanye politik di medsos. Para Caleg cenderung menggunakan cara-cara yang monoton dan klasik. Konten seperti slogan, jingle, poster, video, dan lain-lain, terlalu 'pasaran' dan formal. Hal ini membuat netizen bosan dan tidak tertarik dengan konten yang mereka buat.
Kelima, sempitnya fokus pada isu-isu sosial yang relevan dengan kepentingan masyarakat. Para Caleg seringkali mengabaikan isu-isu sosial yang menjadi perhatian masyarakat. Isu seperti SARA, info viral, seremonial hari Nasional, dll malah diperbanyak. Apalagi saat konten mereka lebih sibuk menyerang lawan politik atau memuji diri sendiri.
Keenam, seadanya interaksi yang positif dan konstruktif dengan netizen di medsos. Para Caleg malah banyak yang tidak responsif terhadap pertanyaan, kritik, saran, atau keluhan yang datang dari netizen. Mereka seringnya membalas jika ada pujian atau persetujuan tapi tidak berusaha memberikan solusi konkrit dan berfaedah.
Oleh karena itu, urungkanlah kampanye politik di medsos bagi para Caleg. Karena faktor kendala di atas membuatnya tidaklah efektif. Kampanye politik di medsos memerlukan dana besar, strategi yang lebih matang, massif, profesional, dan kreatif. Semua aspek yang kini hanya bisa dipenuhi kampanye politik para Capres.