Memviralkan secara partisipatif berarti menghakimi pelaku di dunia digital. Proses penghakiman pelaku dimulai dengan mengidentifikasi, melabeli dan mempermalukan pelaku. Kadang pelaku yang sudah 'ditangkap' netizen memicu respons dari pihak berwenang dan sistem peradilan.
Seperti sistem komunal di Indonesia, budaya partisipatif di internet mudah sekali diadaptasi. Karena dalam masyarakat yang bersatu secara demokratis dengan ikatan komunal kuat, setiap warga negara melakukan bagian mereka. Maka penghakiman netizen pun meruntuhkan perbedaan antara pakar dan warga biasa.Â
Karena netizen secara bersama-sama bisa menemukan pelaku kejahatan jika wajah atau akun medsos telah viral. Ini mempromosikan keadilan dan penyembuhan selama situasi krisis. Kolaborasi dari banyak kepala, pengalaman, dan teknik melahirkan kepintaran kolektif untuk menegakkan keadilan.
Beberapa kasus menghakimi pelanggar norma bisa diselesaikan. Kasus pencabulan santri di Bandung segera diurus polisi setelah viral tahun lalu. Kasus pelecehan seksual pegawai di KPI yang sempat disembunyikan baru diurus setelah viral. Atau video bayi yang diberi minum kopi sachet yang viral menggugah netizen untuk membantu, bahkan polisi.
Namun di sisi lain, budaya partisipatif juga memakan korban, baik jejak digital maupun nyawa. Jengah dicaci maki seorang netizen lewat video, Dewi Perssik menawarkan 100 juta bagi pembuat video bully. Â Via Vallen sempat mengalami depresi karena di-bully netizen. Bahkan seorang promotor konser gagal di Jogja deras di-bully netizen dan memutuskan bunuh diri.
Jelas, budaya partisipatif kadang dikaburkan dari kebenaran. Bahkan netizen juga mudah diprovokasi. Internet juga tidak dapat secara kolektif berbagi dan mencari fakta. Jika dahulu media massa menjadikan publik menjadi penonton. Internet menjadikan publik sebagai produsen dan konsumen juga.Â
Kantor berita mainstream, akun tokoh atau influencer memiliki kemampuan dan pengaruh yang lebih baik budaya partisipatif. Walau dalam dinamikanya, merekapun bisa di-cancel secara kolektif. Jika dalam praktek dan konten, mereka melanggar norma yang dihormati publik.
Salam,
Wonogiri, 19 Februari 2023
12:30 am
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H