Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Media Sosial, Sebagai Portfolio Atau Panggung?

21 Januari 2023   00:40 Diperbarui: 21 Januari 2023   09:05 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sampai tahun 2022, ada 4,7 miliar orang memiliki media sosial. Pertumbuhan pengguna medsos dari tahun sebelumnya mencapai 190 juta. Dengan hitungan lain, ada 6 pengguna medsos baru setiap detik secara global. Di Indonesia, masih dari laporan Hootsuite, mencapai 191 juta pengguna medsos. Baik secara global atau Indonesia, pengguna medsos masih terus tumbuh.

Tantangannya pun muncul untuk diri kita secara personal. Tantangan untuk memilih atau memprioritas opsi berikut. Apakah medsos dijadikan portfolio atau panggung?

Ada fakta yang tidak perlu kita ketahui bahwa medsos telah menjadi gambaran sosial. Gambaran ini mewakili hubungan antara pengguna (users), organisasi, dan aktivitas sosial mereka. Secara sistem medsos itu sendiri, users, organisasi, agensi, dll., merupakan node (titik) jejaring.

Pada dasarnya, platform medsos seperti Facebook, Twitter, Instagram atau LinkedIn model komunikasi massal ke level yang benar-benar baru. Fitur interface perangkat dan aplikasi telah mampu membujuk users membeberkan informasi pribadi. Hal ini pun dilakukan mereka sendiri, baik secara sadar dan tidak sadar.

Jika kita bayangkan, medsos dengan timeline-nya adalah papan koran yang tren di zaman dulu. Papan ini berisi lembaran koran dengan berita terbaru. Orang-orang pun membaca bersama. Sering juga akan mengobrol bersama-sama. Namun medsos menjadikan papan koran ini lebih personal.

Semakin personal medsos, semakin personal juga informasi yang didapatkan. Entah itu dari public figure atau pun para micro-influencer dengan segmentasi audiensnya. Jika orang-orang ini bisa berbagi informasi, mengapa saya, Anda, atau kita yang bukan siapa-siapa juga berbagi informasi di medsos?

Muncullah medsos sebagai panggung. Secara insting dan sistem sosial saat seseorang berada di hadapan orang lain, orang tersebut ingin menampilkan sebuah karakter yang bisa diandalkan. Sehingga, orang tersebut mendapat kenyamanan dan percaya untuk  direkrut menjadi bagian dari komunikasi atau komunitas tertentu. 

Sedang seseorang ingin perspektif dan penilaian orang lain didasarkan pada konteks situasi dan impresi terbaik. Dengan kata lain, orang tersebut sebaiknya meminimalisir potensi konflik, kebingungan, bahkan pembohongan. Dengan kata lain, banyak orang akan cenderung berusaha menyajikan diri mereka yang diidealisasikan ke atas panggung diri mereka.

Media sosial mempermudah sekali hal ini. Medsos memampukan seseorang untuk mempresentasikan versi ideal atau imaginatif dari dirinya. Presentasi diri ini, baik sadar atau tidak sadar, mencoba mengarahkan perhatian orang lain dengan dibantu fitur, fungsi, dan algoritma platform medsos. 

Sebagai contoh, sosok ideal ditampilkan melalui foto profil atau preferensi, minat, dan hobi dalam bio profil. Ditambah juga psotingan yang mendukung sosok ideal tersebut. Juga mem-follow akun, circle, atau influencer yang juga memperkuat sosok yang ingin ditampilkan.

Ada 2 kelebihan menjadikan medsos sebagai panggung. Pertama, menjadi safe haven diri ideal . Misalnya bagi yang memiliki hobi, medsos menjadikan 'topeng panggung' sebuah hobi lebih mudah dikenal dan mendapatkan perhatian. Kedua, menjadi pelepasan stress dunia nyata. Baik topeng panggung negatif atau positif, medsos memungkinkan keduanya.

Di era digital, batasan kepakaran dan amatiran menjadi kabur. Institusi sosial yang dahulu terbatasi pada perangkat, akses dan wilayah fisik, tidak lagi menjadi batas untuk penampilan dan persepsi sosial seseorang di dunia digital. Institusi sosial ini pun menjadi bagian dari pribadi seseorang.

Medsos seperti LinkedIn, Twitter, dan Instagram menjadi pilihan menampilkan diri profesional dan prestasi. Platform medsos seperti ini memungkinkan seseorang untuk mengungkapkan di mana mereka bekerja, prestasi, dan aktivitas profesional yang dilakukan. Data atau informasi ini mencakup pencapaian dan kesuksesan.

Maka muncullah medsos sebagai portfolio. Portfolio berarti sebuah perjalan mencapai kesuksesan. Pencapaian ini bisa mencakup pendidikan, karya ilmiah, tempat bekerja, posisi saat bekerja, penghargaan, coverage media, dsb. Sehingga tercipta sebuah figur yang bisa diandalkan sesuai bidang atau fokus keilmuannya.

Sebaiknya memang medsos personal atau dengan nama asli, sebaiknya dijadikan portfolio. Karena hal ini akan menunjang karir atau mendukung datangnya projek atau penghasilan lain. Namun sudah barang tentu perlu konsistensi untuk meng-update dan memberikan aktivitas dalam medsos tersebut.

Namun untuk menjadi kredibilitas diri di medsos dan dunia nyata, integritas pun perlu dijaga. Karena melanggar etika atau norma sosial, baik di dunia maya dan nyata, portfolio digital dan nyata bisa ternodai. Dan jejak digital buruk dan abadi bukanlah sesuatu yang kita inginkan.

Kelebihan medsos sebagai portfolio tentu jelas mendukung karir. Karir yang baik berarti mendatangkan sisi finansial yang memadai. Medsos sebagai portfolio juga membuat orang yakin dan aman dengan diri kita. Karena kita mudah dihubungi dan dilacak, karena semua data profesional dan jejaringnya ada di medsos milik kita.

Kembali lagi kepada hakikat topeng diri untuk menampilkan diri di hadapan orang lain. Memakai topeng yang kita inginkan harus benar-benar menimbang konteks situasi, konteks lawan bicara, sampai konteks mood. Medsos memungkinkan kita menjadi siapa saja. Medsos juga dengan mudah menjatuhkan diri dan reputasi kita.

Hal ini ditambah fakta bahwa laptop dan gadget seluler canggih tidak lagi membedakan komunikasi interpersonal dan diskusi para ahli. Teknologi digital telah melintas batas dan mengaburkan garis yang sudah sulit dipahami antara ranah non-publik dan publik, rumah dan tempat kerja. 

Baik medsos sebagai panggung atau portfolio berisi catatan pribadi kita. Catatan pribadi yang sebelumnya tersembunyi dan tersimpan rapat. Kini telah menjadi mudah diakses, dilihat, dan dinilai. Aktivitas tersebut pada akun medsos panggung atau portfolio mungkin tidak disengaja atau sengaja dilakukan pemberi kerja, kolega, klien, teman, keluarga dan netizen.

Catatan personal di yang kita posting di medsos ini pun dapat ditransfer tanpa batas dan sulit dikendalikan. Keterbukaan ini memiliki dampak yang sangat signifikan pada ranah privasi pribadi, reputasi diri, dan ekspresi pribadi. Tinggal bagaimana kita semua menimbang dan berpikir lebih jauh.

Medsos memang bisa jadi panggung untuk hura-hura dan sensasi semata. Medsos juga mendukung karir dan penghasilan kita di jangka panjang.

Salam,

Wonogiri, 21 Januari 2023

12:39 am

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun