Yang patut dipersalahkan pada isu pelik ini juga cukup rumit. Jika secara teknis platform pun rentan pada peretasan atau hacking baik secara masif maupun inkladestin. Potensi big data pengguna yang bisa dieksploitasi dan diperjualbelikan secara ilegal cukup besar.Â
Perilaku pengguna yang teledor saat login atau begitu saja menginstall gim/aplikasi. Ditambah ketidaktahuan dan ketidakpedulian soal isu privasi. Kian menjadi problema tersendiri isu privasi.Â
Maka mendudukkan makna 'sosial' pada sosial media dengan ruang privasi begitu elusif. Jika linimasa adalah lalu lintas interaksi antar pengguna dengan platform sebagai pengawasnya. Dari lalu lintas ini, pihak lain juga melihat potensi eksploitasi 'ruang terbuka' linimasa ini.
Mengandalkan platform mengawasi potensi invasi privasi bukan pilihan prioritas pengguna. Akhirnya penggunalah yang wajib peduli, paham, dan mengajarkan pentingnya privasi, batasannya, dan kerugian yang bisa timbul.
Akan ada mayoritas pengguna yang urung bersuara atau peduli. Karena bisa jadi mereka memahami adagium 'kesosialan' di dunia sosmed. Karena hanya orang-orang jahat yang merahasiakan sesuatu. (?)
Namun masih akan tetap ada banyak pengguna sosial media khawatir dan peduli pada invasi privasi mereka. Bukan karena merasa rikuh karena kerahasiaan personal. Namun, invasi privasi bisa berdampak pada ancaman siber, pemerasan finansial, sampai perisakan citra.
Tinggal kini, bagaimana pengguna sosmed memilih faksi. Mereka yang abai atau mereka yang acuh.Â
Salam,
Wonogiri, 27 Juli 2019
07:11 pm
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H