Paradoks dalam pikiran kita muncul saat menyandingkan sosial media dengan isu privasi. Jika platform sosial media beresensi 'berbagi'. Lalu mengapa banyak yang ribut dan mempermasalahkan isu privasi yang 'tertutup'.
Otoritas Spanyol AEPDÂ mendenda Facebook USD 1,44 juta di tahun 2017. Facebook didapati mengeksploitasi data users untuk iklan. Di tahun 2018, Uni Eropa juga mendenda Facebook USD 1.63 miliar atau 4% dari revenuenya. Facebook disangkakan telah membocorkan 50 juta data penggunanya. Di tahun 2019 UpGuard, sebuah firma security, menemukan potensi kebocoran data dari 540 juta pengguna Facebook.Â
Pada Mei 2019, sekitar 49 juta pengguna Instagram terbuka pada salah satu server Amazon-nya. Mulai dari nomor telepon, lokasi, sampai email users bisa mudah diakses publik. Di bulan yang sama, spyware rakitan firma di Israel diduga diinjeksi ke dalam WhatsApp hanya dengan mengangkat nomor telepon asing. Invasi privasi ini merekam riwayat telepon, SMS, dan data yang tersimpan di ponsel pengguna.
Tidak platform sosial media yang mencederai privasi penggunanya. Sampai Mei 2019, banyak jasa, e-commerce, cloud computing, sampai situs pemerintah rentan terkena invasi privasi.
Platform sosial media yang konten mayoritasnya adalah users-generated. Tentu tidak akan hidup tanpa dinamika penggunanya. Dengan pernyataan S&K yang disetujui pengguna pada awal pembuatan akun sosmed. Pengguna menyerahkan trust atau kepercayaan atas kerahasiaan data pribadi.
Data ini diberikan pengguna seperti nama lengkap, alamat, lokasi, preferensi seksual, dsb. Sampai artis favorit, hobi, lokasi, pilihan bahasa. Plus, algoritma yang memonitor perilaku pengguna sosmed juga merangkum privasi kita seperti; perilaku membeli, pilihan politik/ideologi, agama, atau sesederhana rekomendasi pertemanan.
Data yang secara sukarela diberikan. Atau pun yang secara algoritmik dimonitor. Data pengguna yang dikumpulkan umumnya dikomunikasikan (kadang dijual) kepada pihak ketiga. Baik itu untuk analisis demografi pengguna, akses kepada konsumen potensial, sampai penipuan finansial.Â
Kebocoran data pengguna karena kelalaian teknis platform. Atau yang memang diteliti secara ilegal pihak lain untuk memetakan pengguna platform sosmed tertentu. Memposisikan pengguna sebagai konsumen atau prospektif.
Salah satu invasi privasi yang cukup signifikan dampaknya adalah skandal Cambridge Analytica. Dengan lebih dari 80 juta pengguna yang terkspos privasinya. Invasi ini dimulai dengan aplikasi quiz pihak ketiga yang disematkan ke dalam Facebook. Yang pada akhirnya diduga memetakan pemilih dan menggiring opini preferensi politik mereka.
Yang juga sering umum terjadi akibat invasi privasi antara lain scamming dan phising. Para scammer yang mendapat adta pengguna seperti email, akan dapat meretas informasi finansial. Dengan menyisipkan spyware phising via gim atau aplikasi berbahaya di sosmed data finansial juga bisa diretas dan diperjualbelikan kembali.Â