Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Katanya Puasa, Kok Masih Sebar Hoaks?

9 Mei 2019   15:37 Diperbarui: 10 Mei 2019   08:00 763
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Three Monkeys oleh Robert Fotograf - Foto: pixabay.com

Sehingga EY pun: Antek-antek PKI akan sama jahatnya dengan PKI jaman dulu. Begitupun anak dan keturunan PK. Maka Jokowi adalah yang terus dinarasikan sebagai anak dari seorang anggota PKI tak luput dipersangkakan.

Secara naif, EY  adalah korban jika dipandang dari perspektif kebenaran serupa. Yang pada akhirnya menguatkan narasi jikalau PKI berkuasa. Maka akan ada penguasa tiran atau otoriter.

Sedang bagi penganut perspektif kontra. Kebenaran perspektif EY sanggup dibantah. Pun sudah banyak hasil fact-checking yang dilakukan banyak pihak dinafikan. 

Namun yang mengalahkan perspektif kebenaran sesungguhnya adalah rasa iba seseorang. Dari kasus hoaks ala EY diatas, juga bisa ditarik kesimpulan. Sebaran berita hoaks berbasis perspektif ini dapat dilakukan tanpa memandang kondusifitas bulan Ramadhan. 

Walau simpulan saya mungkin tentatif dan perlu dikaji lebih dalam. Namun kasus EY dan kajian buku Marriet dan Barker bisa ditelaah kemiripan. Dan bukankah kita semua memiliki rasa iba yang dibentuk hampir serupa. Dalam bukunya kita semua memiliki aspek intuitive epistemology.

Dan jika kita mampu mengindra lebih luas. Maka narasi rasa iba pada Prabowo yang selama ini kalah dalam Pilpres. Bisa jadi menjadi pemicu perspektif kebenaran semacam EY anut.  

Walau tidak secara eksplisit dimunculkan dalam ekspresi simpatisannya. Namun menuduh Jokowi sebagai PKI, antek asing, dan rezim otoriter mampu secara implisit memberikan rasa iba kepada banyak orang.

Jokowi dituding PKI karena tindakan mereka yang begitu kejam digambarkan. Jokowi direka disetir oleh pihak asing tak lain menyinggung rasa chauvinisme. Dan mengangkat anasir Jokowi sebagai rezim otoriter tak lain untuk memperlihatkan tindak represif pada rakyat.

Prabowo yang secara militer cerdas dan berprestasi. Cukup diam dan menerima rasa iba dari propaganda hitam dan narasi hoaks yang diciptakan. Framing yang disebutkan diatas pun diulang, disistematisasi, dan disebarkan masif via sosmed.

Chess Pawn oleh Jan Vaek - Foto: pixabay.com
Chess Pawn oleh Jan Vaek - Foto: pixabay.com
Dengan tidak memandang amal baik perbuatan di bulan Ramadhan. Bisa jadi menyebar hoaks dilakukan sebagai tindakan 'bijak'. Karena dasar rasa iba akan kejahatan satu pihak memunculkan rasa heroisme.

Apalagi jika banyak pihak dan akun sosmed yang melakukan hal serupa. Menyebar hoaks Jokowi adalah antek PKI. Maka rasa iba banyak orang menumbuhkan gerakan 'people power' semu. Yang nyatanya kebablasan dan keblinger.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun