Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Membongkar Mitos Dunia Digital, "Information is Knowledge"

22 Desember 2018   22:13 Diperbarui: 23 Desember 2018   01:47 643
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Access - Sumber Foto: freestocks.org

"He [Thamus] meant that new technologies change what we mean by "knowing"and "truth". Neil Postman - Technopoly (1992)

Sejak era press cetak dimulai abad ke 17. Kita memaknai informasi dengan perspektif yang berbeda. Informasi adalah semua yang dikabarkan cepat, terbatas, dan ringkas. Kini, di era disrupsi 4.0 dengan smartphone dalam genggaman, informasi menjadi entitas cepat saji. Semua hal yang tidak kita ketahui, cukup ketik, bicara, atau mention seseorang di sosmed.

Internet sering kali kita anggap sebagai sebuah ensiklopedia raksasa dan lengkap. Mulai dari hal sepele sampai yang saintifik bisa kita telusur. Dan tak jarang kita terjabak pada mitos menelusur serupa dengan meneliti.

Dan informasi yang kita dapat dari satu atau beberapa sumber tautan. Tak jarang kita anggap sebagai sebuah ilmu pengetahuan. Tak jarang kita kopi salin sumber tadi dengan mengira aktifitas ini serupa mencatat.

Namun benarkah sebuah informasi yang ada di dunia digital adalah pengetahuan? Pernahkan Anda berfikir informasi dari sebuah tautan bisa jadi adalah akses pada pengetahuan sesungguhnya?

Neil Postman dalam bukunya Technopoly (1992) melihat berlimpahnya informasi di dunia digital adalah paradoks. Semakin banyak informasi berarti semakin baik kehidupan manusia. Sehingga informasi menjadi bagian esensial penggerak dinamika kehidupan manusia modern.

Namun, Postman melihat informasi via teknologi tak lain adalah akses. Karena pengetahuan lahir dari informasi untuk kemudian menjadi sebuah nilai atau kebajikan. Dan tidak semua informasi dapat disebut sebuah pengetahuan di dunia digital.

Postman menganggap informasi via teknologi menciptakan teknokrasi. Dimana ilmu pengetahuan dimonopoli segelintir orang yang faham teknologi. Sehingga terjadilah ketimpangan distribusi pengetahuan dan juga informasi.

Tara Brabazon dalam buku Digital Dieting: From Digital Obesity to Intellectual Fitness (2012) menganggap informasi dunia digital belum bisa disebut utuh. Karena informasi digital terkait relevansi algoritma dan kepopuleran. Sehingga fokus tentang memahami terdistorsi pada fokus mengetahui belaka.

Sedang pengetahuan adalah hasil pengamatan, riset, teorisasi, intervensi dan aplikasi informasi. Aktivitas ini dilakukan oleh mereka yang teruji secara akademis, pengalaman, maupun kepakaran. Dan tak jarang dipublikasi pada jurnal dan penerbit yang kredibel.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun