Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Tentang "Scroll", "Refresh", dan Lubang Hitam Linimasa Media Sosial

10 November 2018   21:43 Diperbarui: 11 November 2018   12:21 858
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Casual Cellphone - Foto: rawpixels.com

Jari siapa yang tidak suka men-scroll layar chat WAG. Berjibun chat pun dibaca cepat kilat. Ke arah bawah. Ke bawah terus. Begitupun pada feed linimasa Instagram. Terus kita scroll dengan hati-hati deretan post agar tidak ter-heart. Scroll terus ke bawah. Sampai ke bawah.

Begitupun jemari kita yang tak juga lelah me-refresh linimasa Facebook. Di tarik ke atas timeline-nya biar ada posting baru. Terus diulang-ulang. Tak jauh berbeda dengan linimasa Twitter. Tweet recommended, in-case you missed it, dan tweet beberapa detik yang lalu dicari. Terus refresh. Terus refresh.

Pernahkah Anda bayangkan linimasa serupa black hole atau lubang hitam? Lubang hitam menghisap kedalam ketiadaannya semua benda langit. Tidak hanya bintang, planet, bahkan satu galaxy atau tata surya bisa 'dilahapnya'.

Linimasa adalah black hole penghisap semua tentang kita sebagai pengguna sosial media.

Linimasa menghisap habis durasi rentang perhatian kita. Sebuah riset membuktikan, rentang perhatian kita turun 4 detik. Dari 12 detik di tahun 2000 menjadi 8 detik. Hal ini karena penggunaan teknologi digital di kehidupan kita. Faktanya, rentang perhatian kita kini lebih pendek daripada ikan.

Perhatian kita begitu gandrung pada gawai yang kita punyai. Notifikasi merah di layar HP kita begitu intimidatif untuk segera dibuka. Getar notifikasi sosmed pun tak lebih dari pengalih fokus kita saat bekerja atau belajar.

Ke dalam black hole linimasa ini, rentang perhatian kita tersita. Dengan scroll atau refresh, perhatian kita dihisap habis. Kadang tidak peduli lingkungan sekitar. Karena 'autis' menunggu reply sang kekasih, menunggu like/komen/heart foto selfie kita, dsb.

Dark Side of Social Media - Ilustrasi: fowmedia.com
Dark Side of Social Media - Ilustrasi: fowmedia.com
Linimasa menghisap perlahan waktu kita dalam sehari. Rerata waktu kita mengakrabi gawai adalah 5 jam per hari. Bagi para 'pecandu gawai', lebih dari 10 jam mereka bisa habiskan di depan layar. Dengan jumlah membuka/melihat gawai mencapai rata-rata 2,617 kali per hari.

Waktu yang tak mungkin kembali, rela kita berikan kepada lubang hitam linimasa. Dengan waktu 5 jam, mungkin kita bisa belajar membuat kue dari resep baru. Atau dalam 10 jam, betapa bahagia kita bisa bermain dan bercengkrama bersama keluarga.

Waktu kita tersita bersama scroll dan refresh linimasa. Apa yang sebenarnya kita dapat? Informasi? Untuk apa informasi yang begitu berlimpah jika sekadar membuat fikiran dan hati cemas.

Linimasa menghabiskan kekaguman kita pada rasa penasaran. Waktu kecil dulu, rasa penasaran membuat kita belajar tentang dunia. Namun kini, linimasa perlahan mematikannya. Serupa GPS, kita sudah merasa begitu nyaman dengan informasi yang akan kita dapatkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun