Ditambah bebasnya dan liarnya jari-jari netizen melabeli kita pada sebuah kutub polarisasi. Walau kadang hati kita tidak sreg dilabeli sebutan tertentu karena perbedaan ideologi, politik, sampai ekonomi. Tapi netizen dibalik akun bodongnya bisa serampangan saja melabeli kita.
Bertahan pada netralitas di sosmed berarti melawan berkuasanya algoritma dan julidnya jemari netizen. Kadang label sosmed ini yang membuat kita bimbang. Kitapun kadang harus memilih prinsip, partisan, dan tingkat sosioekonomi.Â
Guna mengoyak keyakinan di era post-truth saat ini, kebimbangan adalah senjata. Dengan menyuguhkan hal-hal yang abu-abu, ragu-ragu atau penuh wasangka. Kita sejatinya secara tidak langsung membangun keyakinan yang sudah kita pilih.
Dan hidup dan tumbuh dalam kebimbangan ini kitapun tidak sendiri. Ada lingkaran berupa filter bubble yang menguatkan keyakinan (abu-abu) kita ini. Tak perlu menelusuri dan memvalidasi informasi jauh-jauh di luar bubble ini. Apa yang menjadi konvensi kelompok chat itulah kebenaran personal.
Entah itu grup chat menyoal pilihan presiden atau pro anti-vaksin. Kebimbangan dalam bentuk counter-information akan selalu diberikan. Bahkan tak jarang rela memalsukan dan membengkokkan fakta yang sudah ada.
Salam,
Solo, 20 September 2018
04:58 pm
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H