Pada sisi sosial dan kebudayaan, masalah yang muncul dari dunia digital berpengaruh pada kehidupan nyata. Dengan membentukan badan khusus pemantau hoaks, hate speech, radikalisme, dan teror via sosmed, menjadi tugas tiap pemerintahan.
Pada sisi edukasi, teknologi pun masuk ke dalam kurikulum. Teknologi yang menjadi kebutuhan guru dan siswa selayaknya tidak dipisahkan dari kelas. Dari mulai mempelajari coding sampai membahas web literacy sudah dilakukan beberapa negara.
Dunia hiburan, musik, kesenian dan kekriyaan pun menjadi teknologi sebagai media. Para musisi, seniman, kriyawan, dan komposer bisa lebih spesifik menyasar dan mengembangkan target audience mereka via sosmed.
Disrupsi teknologi akan terjadi dengan satu syarat. Saat kita dan pemerintah lalai dan lambat mem-fine tune mindset kita pada teknologi.
Sudah sepatutnya ada aturan ekonomi digital (e-commerce) yang jelas dan terstruktur. Aturan hukum ranah digital pun harus tegas, tidak ambigu dan tumpang tindih dengan perundangan lain.
Inovasi, dan intervensi medis harus jelas secara administrasi, manajerial, dan ke-profesian secara digital. Dengan edukasi literasi digital, kita bisa membentuk persektif generasi yang faham ranah digital secara sosial dan kebudayaan. Apresiasi dan karya dunia seni dan hiburan pun wajib dilindungi negara dan otoritas terkait.
Dan pertanyaannya kini, sudahkah pemerintah kita mengupayakan kalibrasi pada teknologi digital kini?
Salam,
Solo, 7 September 2018
08:54 am
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H