Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Gamelan Jangan Pergi

22 Agustus 2018   10:26 Diperbarui: 24 Agustus 2018   03:11 1217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penampilan Gamelan di Soft Opening International Gamelan Festival 2018 Solo - foto: dokumentasi pribadi

Saya membayangkan gamelan suatu saat hanya orang asing yang bisa memainkan. Tidak sekadar menabuhnya, tetapi mengkaji, mempresentasi, dan mempustakakan atas nama mereka. Bangsa Indonesia mungkin masih menabuh gamelan. Namun hanya sekadar pengiring pagelaran kebudayaan. Tidak mendalam memaknai gamelan itu sesungguhnya.

Setidaknya ada rasa bangga dan khawatir seusai International Gamelan Festival berakhir. Saya yang menjadi bagian kepanitiaan, melihat orang asing nembang, nabuh, sekaligus mengkaji gamelan merasa malu. Orang asing ini tidak hanya kaum tua. Tetapi kaum muda seperti dari Inggris, Malaysia, dan Amerika Serikat. 

Mengapa sedikit kaum muda kita saat ini peduli dengan gamelan? Mungkinkah karena instrumen Barat yang menjadi mainstream musikalitas kita? Atau memang bagian pendidikan kita yang bobot kebudayaannya masih kurang?

Penampilan Sanggar Manik Galih Colorado AS di IGF 2018 Solo - foto: websta.one/tag/igf2018solo
Penampilan Sanggar Manik Galih Colorado AS di IGF 2018 Solo - foto: websta.one/tag/igf2018solo
Penampilan Gamelan Wesleyan University dengan Tari Menak Kocar - foto: kabare.id
Penampilan Gamelan Wesleyan University dengan Tari Menak Kocar - foto: kabare.id
Musik ala Barat masih menjadi pop culture negara kita. Kita pun tak mampu menghindari tren Western music bahkan yang terbaru dari musik Hallyu Korsel. Setiap beberapa tahun sekali tren musik berganti. Namun tetap didominasi musik dan grup band Barat. Namun gamelan tetap menjadi indie. Bahkan dianggap 'kuno' karena hanya pagelaran tradisional yang diiringi gamelan.

Sedang menurut Prof. Sardono W. Kusumo sebagai seniman, akademisi, dan penggiat budaya Jawa, IGF sendiri sudah dihelat sekitar tahun 1980-an. Dan event ini diadakan bukan di dalam negri, tetapi di Kanada. Setelah event tadi, berkat jerih payah dan ketertarikan Prof. Jody Diamond pada tahun 1981 didirikanlah American Gamelan Institute. 

Para maestro gamelan seperti Prof. Sumarsampun akhirnya diminta mengajar tentang gamelan. Bukan di dalam negri, tapi di Wesleyan University di Connecticut, AS. Sedang Prof. Rahayu Supanggah sebagai rektor Institut Seni Indonesia, Surakarta tetap menjadi panutan di dunia akademis dan komponis gamelan dunia.

Penampilan Siswa Sukra dari Inggris di IGF 2018 Solo - foto: bbmessaging.com
Penampilan Siswa Sukra dari Inggris di IGF 2018 Solo - foto: bbmessaging.com
Penampilan National Concert Hall Gamelan Hall of Ireland - foto: deskgram.com/tag/AyoKeSolo
Penampilan National Concert Hall Gamelan Hall of Ireland - foto: deskgram.com/tag/AyoKeSolo
Di IGF 2018 lalu, kami terpesona dengan para penampil gamelan luar negri. Penampilan Siswa Sukra dari Inggris mempesona penonton Grand Opening IGF 2018 di Benteng Vestenberg. Sanggar Manik Galih dari Colorado AS juga menampilkan Legong Catur Dewi dari Bali. National Concert Hall Gamelan of Ireland pun membuat penonton khidmat dalam tabuhan gamelan. Dan banyak lagi penampil asing yang begitu kompeten dan holistik dalam memahami gamelan.


Pun demikian, para penampil negri sendiri pun tiadk kalah pamor pada gelaran IGF 2018. Gamelan Orkestra Nusantara arahan Rahayu Supanggah membuat decak kagum kita pada seni Jawa dengan gamelannya. Budayawan Djaduk Feriyanto dengan Kuaetnika pun menyuguhkan pertunjukan 'hybrid' gamelan dan instrumen musik Barat yang harmonis. 

Penampilan Orkestra Nusantara dari Solo arahan Rahayu Supanggah - foto: Ferri Setiawan (solopos.com)
Penampilan Orkestra Nusantara dari Solo arahan Rahayu Supanggah - foto: Ferri Setiawan (solopos.com)
Penampilan Djaduk Ferianto dengan Kuaetnika - foto: deskgram.com/tag/InternationalGamelanFestival
Penampilan Djaduk Ferianto dengan Kuaetnika - foto: deskgram.com/tag/InternationalGamelanFestival
Kita sebagai empunya gamelan semestinya mulai menumbuhkan semangat mencintai gamelan. Saat gamelan dilahirkan dan dibesarkan di Nusantara, jangan biarkan ia pergi. Kita tentunya tak ingin gamelan nanti hanya sekadar dekorasi ruang. Gamelan menjadi display di museum-museum. Tanpa tahu sebenarnya kitalah yang melahirkan gamelan.

Gelaran IGF 2018 di Solo yang baru saja berakhir patutnya menjadi cermin untuk generasi saat ini. Betapa gamelan sudah diapresiasi dan dilantunkan tiada henti di negri orang. Sedang di negri sendiri, gamelan hanya sekadar musik pengiring di sayu dan sepi pagelaran budaya tradisional. Intinya, gamelan jangan pergi. 

Artikel tentang IGF 2018 lainnya:

Salam,

Solo, 22 Agustus 2018

10:25 am

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun