Karena begitu bias sosmed, kemenangan quick membuat halusinasi kemenangan Pilkada. Era post-truth ala lingkar sosmed, menyebabkan Pilkada adalah kemenangan menurut persepsi masing-masing.Â
Kemengan valid hasil KPU di dunia nyata adalah maya. Sedang hasil quick count lembaga jagoannya di sosmed adalah kemenangan nyata. Kenyataan dibalik sesuai halusinasi bias digital kemenangan Pilkada.
Pemimpin pun bisa jadi ada dua pihak. Yang pertama adalah pemimpin di dunia nyata. Yang secara de facto dan de jure menang di KPU dan memimpin kita secara kelembagaan pemerintah. Dan pemimpin satu lagi pemimpin sosmed. Yang secara quasi facto dan jure masih memimpin trending dan linimasa sosmed. Kadang bukan sebagai oposisi yang konstrutif, tetapi destruktif.
Dunia digital sudah saling sengkarut dengan dunia nyata kita. Sehingga urusan Pilkada berpengaruh bukan saja pra-pencoblosan, bahkan paska-pencoblosan.Â
Dalam gelembung-gelembung bias via sosmed, prinsip kemenangan paslon menjadi halusinasi masif. Kampanye primodial berbasis isu SARA masih merajai linimasa. Sedang para calon pemilih masih banyak yang gagap literasi digital.
Salam,
Solo, 27 Juni 2018
11:30 am
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H