Lebaran datang dalam hitungan hari. Semua tindak tanduk kita digerakkan oleh kenangan. Dan mengenang bukan semata soal masa lalu. Tetapi mengkonstruksi kenangan untuk masa depan.Â
Lebaran menjadi titik kenangan bertumbur dalam semesta merindu. Dua tahun lalu, masih ada nenek yang bisa disungkemi. Kini kursi besar di ruang tamu rumah nenek kosong. Beberapa tahun lalu, masih ada orang tua yang kita peluk sembari menghaturkan maaf. Kini, kita taburi makam orangtua kita jelang saat ziarah saat sampai kampung halaman. Bunga dan doa menjadi simbol kita meminta maaf yang belum sempat terucap dulu.
Begitupun dengan diri yang sejatinya mengenang kesia-siaan berpuasa satu bulan lalu. Bukankah penyesalan datang di akhir sebuah masa. Maka akan meruang semua salah dan khilaf kita saat berpuasa. Karena saat berpuasa 29 hari lalu, tiada pernah terbersit penghujung bulan suci ini. Jika merenung lebih dalam. Bisa jadi Ramadhan ini adalah kali terakhir sebelum ajal menjemput.Â
Dan saat ada kesempatan memohon maaf pada mereka yang kita sayangi nanti. Kita pun memupuk kenangan. Memori yang akan diingat dan dibincangkan Lebaran tahun depan. Lebaran kali ini bibi dari negri seberang sempat datang. Sedang terakhir kali menyapa dan bercengkrama dengan beliau hampir 10 tahun lalu. Bibi pun akan mengenang, betapa cepat kita tumbuh diri kita atau anak-anak kita.
Lebaran pun menjadi titik membentuk kenangan bagi generasi mendatang. Karena 10 sampai 15 tahun lagi, bukankah generasi ini akan menjalankan tradisi sungkem Lebaran keluarga besar. Hanya dengan kenangan yang kita buat nanti, mereka tahu dan faham. Ada makna silaturahim antar sanak saudara yang harus terus dijaga. Karena keluarga adalah tentang kembali mempersatukan.
Karena Lebaran juga tentang melihat dan mengenal sanak saudara bagi seorang anak. Walau satu dua kali saja anak kita bertemu seorang paman dari Kalimantan, setidak ia tahu. Bahwa di saat anak kita dewasa nanti, ada saudara yang perlu dikunjungi. Ada sepupunya yang juga akan datang dari Kalimantan di masa Lebaran mereka nanti.
Beri dan biar rasakan kegembiraan buat anak-anak kita saat Lebaran. Dengan adat tradisi keluarga yang menyambut dan hangat, ada keberterimaan anak untuk menjadi satu keluarga besar. Nyalakan kembang api kecil malam takbiran nanti. Beri angpau sesuai kemampuan kita nanti. Jumlah dan banyaknya tidak pernah jadi ukuran anak. Tapi kenangan diberi dan pemberinya yang akan anak ingat.
Dan secara umum, setiap Lebaran di negri ini adalah tentang ke-Indonesiaan. Mudik menjadi tradisi yang tiada pernah lekang. Pada setiap mudik, semua orang dewasa dan anak memiliki kenangannya. Biarpun kadang macet dan lelah mendera, mudik adalah kenangan yang tetap indah. Karena kembali ke kampung halaman, juga didorong oleh kenangan.
Untaian kenangan dari tiap kita membentuk tradisi besar ber-Lebaran. Kenangan dari tiap kita adalah monumen setiap generasi. Monumen yag menjulang dan menjadi panduan generasi mendatang. Ada butuh perbaikan fasilitas jalan menuju kampung halaman. Ada juga harapan agar Lebaran di masa depan, ada kendaraan yang lebih layak untuk keluarga kita.
Salam,
Solo, 13 Juni 2018