Sahur on The Road (SOTR) selalu mendatang pro dan kontra. Tradisi yan sudah sejak dulu ada, sulit hilang. Ada kebaikan yang banyak diperbuat disana. Banyak komunitas atau individu pun banyak melakukan bakti sosial di kala sahur. Mulai dari membagikan makan sahur sampai berbagi sembako ditujukan bagi orang pinggiran.Â
Tapi kawan, saya coba lihat sisi deviasi pada SOTR. Dan gegara beberapa penyimpangan ini, SOTR akhirnya dilarang di beberapa kota. Bukankah setiap entitas pun memiliki dua sisi, baik dan buruk.
Pertama, SOTR sebagai aksi sukaria. Jika kerumunan orang berada di satu tempat dan satu waktu, provokasi mudah disulut. SOTR tak lain sekadar pindah tempat sahur suatu kelompok. Bisa jadi teman satu RT sampai anggota Karang Taruna, berkumpul di alun-alun. Sejak pukul 1 dini hari, SOTR sukaria bisa dilakukan. Karena bisa jadi, sebelumnya SOTR sukaria ini cuma nongkrong belaka.Â
Baik saat atau seusai SOTR mulai dari aksi vandalisme, tawuran, sampai pengeroyokan pun bisa terjadi. Tak heran ada label buruk publik atas aksi demikian. Belum lagi sweeping aparat pada aktivitas SOTR semacam ini. Atau yang lebih parah, aksi sweeping komunitas para-militer pada komunitas lain saat SOTR. Bisa malah terjadi konflik.
Kedua, SOTR sebagai aktifitas suka riya. Riya berarti menunjukkan. Dalam konteks aktifitas, maka SOTR dilakukan supaya dianggap dermawan. Saat SOTR dilakukan komunitas mobil kece. Maka tak ayal berbagi sahur pun dilakukan dengan mobil kece mereka. Beberapa anggotanya mungkin tidak ingin sesumbar tentang mobil kecenya dipakai untuk SOTR. Tapi beberapa orang merasa, kebaikan ini harus diketahui.
Berfotolah para oknum ini sambil berbagi sahur untuk disebar di Instagram pribadi. Saat memberi paket sahur ke seorang pengemis, si oknum meminta foto. Jika foto tadi jelek posenya/blur, minta diulang. Seolah foto ini menjadi legitimasi si oknum tadi dermawan, baik hati dan tidak sombong. Ah, bukankah sombong itu tidak pernah dirasakan pelakunya. Toh orang lain yang menilainya.
Ketiga, SOTR sebagai ajang suka Ria. Iya Ria, anak perempuan seorang dosen di PTN. Ia cantik pintar dan juga baik hati. Ria bergabung dalam komunitas BagBagHur, Bagi-Bagi saHur. Beberapa pria pun takjub dan terpesona. Maka bergabunglah pria-pria ini dengan BagBagHur. Dan memang hanya saat SOTR inilah mereka bisa bersama rada lama dan 'istimewa'. Karena konon katanya, pesona seorang perempuan terlihat saat baru bangun tidur.
Para pria penyuka Ria ingin menunjukkan kalau mereka juga peduli, rela berkorban, dan dermawan. Belum lagi modus memberi sumbangan uang sahur lebih. Semata-mata biar Ria tahu. Di sela-sela SOTR pun, para pria ini mencoba menjalin komunikasi. Mulai dari basa-basi, sampai bertanya pacar pun dilakukan. Pokoknya niat mereka bisa dekat dengan Ria sudah senang. Apalagi bisa jadi kekasihnya seusai Lebaran nanti. Ah, gejolak para darah muda memang tiada bandingnya.
Lebih parah jika ketiga niat diatas menjadi satu. Sudah SOTR diisi dengan sukaria. Lalu merasa sombong dengan sok-sokan berbagi sahur demi like Facebook. Ditambah modusin teman satu rombongan SOTR. Amsyong kawan.
Dan kawan, tidak semua SOTR itu negatif seperti di atas. Masih ada yang memang benar-benar mulia. Tidak berlebih bersukaria, sering suka riya, apalagi suka sama Ria.Â
Salam,