Hei kawan, saya mau coba beri tahu. Adalah kabarnya sahur memiliki kasta pada sajiannya.
Kaum high-class beruang melimpah. Makanan sahur ketika membuka mata sudah ada di meja. Sajian lengkap tanpa kurang satu apapun. Jika kau pernah ke restauran mewah. Mungkin mirip. Para pelayan yang meracik dan menyajikan sudah tidak ada dalam pandangan. Mereka sudah sahur telur ceplok di kamar mereka masing-masing. Di belakang rumah.
Kaum high-class berprinsip DIY. Oy iya, DIY itu artinya Do It Yourself. Sajian sahur sehat dibuat sendiri. Semua bahan makanan sudah dibeli di supermarket. Itu pun mereka sendiri yang membeli. Sayur buah dan daging harus fresh. Kadang makanan sudah ditakar sesuai buku menu. Dan makanan lezat dan sehat buatan sendiri dengan menu dari buku chef terkenal bisa dibuat untuk sekeluarga.
Kaum high-class sederhana. Jika yang diatas masih terkesan mewah. Orang kaya ini tidak. Makan seadanya yang disajikan para pelayan. Makanan yang disajikan cukup sehat dan variatif. Pokoknya tidak terlalu berlebih. Kadang mereka pun makan bersama para pelayan. Biasanya, para pelayannya sudah begitu setia dan dipercaya. Konon, bisa menjadi anggota keluarga juga.Â
Kaum middle-class yang naif. Golongan ini sudah merasa menjadi kaum high-class. Walau berkecukupan, menunya kadang boros. Di satu waktu minta dimasakkan sajian ala resto. Dan satu waktu, beli saja fast-food dengan pesan ojek. Pelayan mereka cukup banyak. Tapi tidak begitu dihiraukan mereka makan sahur apa.
Kaum middle-class DIY. Di kalangan ini juga ada DIY. Mereka merasa mampu hidup sehat, pun saat santap sahur. Semua harus fresh dan organik. Agak tidak dijangkau harganya. Semua ditera, diolah, dan disantap sesuai porsi anjuran situs kesehatan atau buku. Kadang mereka tidak perlu pelayan. Karena butuh privasi dan melakukan semua oleh keluarga. Begitupun dengan menu sahur.
Kaum middle-class sadar diri. Karena sadar masih banyak cicilan yang perlu dibayar, sahur cukup sederhana. Tapi tidak juga kekurangan dalam sajiannya. Tidak perlu pelayan membuat dan menyajikan. Kadang makanan frozen atau goreng telur ceplok cukup. Stok makanan pun disesuaikan harganya dan kuantitasnya dengan harga pasar.
Kaum perantaraan. Kaum ini dibilang mampu tidak. Tapi cukup memenuhi kehidupannya. Menu sahurnya pun menyesuaikan siklus gaji. Awal bulan menu sahur cukup istimewa. Namun pada akhir bulan, cukup mie instan dengan telur. Pun kadang, mulai tengah bulan bergantian antara telur ceplok dan mie instan. FYI, THR Â menjadi rezeki yang terus ditunggu kaum ini.
Kaum non-miskin. Golongan ini bisa dibilang miskin tapi tidak jelata. Makan sahur dalam 29 hari kebanyakan mie instan. Telur dan sosis goreng sudah cukup istimewa. Ditambah abon pun cukup lumayan. Kondisi menu sahur menyesuaikan upah harian. Jika satu hari hanya dapat 30 ribu, berarti 15 untuk sahur dan berbuka nanti. Hidupnya pas-pasan.
Kaum miskin tidak jelata. Sahur golongan ini tidak seistimewa non-miskin. Kadang satu keluarga harus berbagi 2 piring nasi telur ceplok. Telurnya pun hanya bisa membeli di warteg malam harinya. Karena biaya untuk gas/kompor tidak ada. Jika memakai tungku pun tidak ada kayu bakar. Seharian memulung tidak kuat membawa kayu bakar. Makan mie instan saat sahur sudah serasa makan rendang.
Kaum jelata. Seperti golongannya, kaum ini untuk sahur saja masih ragu. Kadang tidak makan sahur tapi bangun sahur. Kalau ada yang memberi sahur, itupun jarang sekali dalam satu minggu. Merasakan nasi yang masih layak makan saja sulit. Karena nasi pun kadang hasil memungut dari sebuah restauran. Kadang, sahur cukup satu gelas air kemasan sudah cukup.Â