Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Train to Busan: Zombie Manusia versus Manusia Zombie

1 April 2017   19:18 Diperbarui: 4 April 2017   18:22 1345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Train to Busan (부산행: Busanhaeng) menjadi salah satu film Korea Selatan yang recommended . Selain karena ber-genre zombie apocalypse, ada sisi lain dari film ini yang eye-opening. Film yang diperankan Seok Woo (Gong Yoo) seorang fund manager ini memberikan fase cepat dan memorable. Ide cerita film ini mirip dengan Resident Evil, dimana virus zombie menyebar cepat gegara sebuah perusahaan. Namun bedanya, scope yang lebih faktual dan intimate.

Cerita dimulai dengan permintaan ulang tahun putri Seok-Woo, So-Ahn (Kim So-Ahn) bertemu ibunya di Busan. Sebelum kereta mereka berangkat, seorang perempuan yang sudah terinfeksi virus zombie masuk ke dalam kereta. Tanpa diketahui petugas kereta dan penumpang, perempuan ini menggigit seorang pramugari kereta. Dengan cepat, zombie pun menggigit dan menyebar virus di kereta yang berjalan.

Hampir seluruh penumpang menjadi zombie. Zombie yang ganas mencari manusia untuk digigit pun mengisi hampir tiap gerbong. Beberapa stasiun tempat kereta berhenti selalu penuh dengan zombie. Virus zombie cepat menyebar dan tidak terkontrol. Keadaan darurat nasional segera diumumkan. Beberapa kota segera membentengi perbatasan mereka. Busan menjadi tujuan aman untuk Seok Woo dan So-Ahn. Namun dalam perjalanan, mereka harus berganti-ganti kereta karena banyak rintangan dan zombie.

Seok Woo dan beberapa penumpang lain pun bertahan dalam serangan zombie di dalam dan luar kereta. Selain terus berusaha menolong anaknya, ada kesombongan Seok Woo agar ia dan anaknya saja yang selamat. Namun dalam perjuangan menuju Busan, pola fikir Seok Woo segera berubah. Karena So-Ahn diajari ibu dan neneknya untuk berbagi, hal ini merubah pemikiran Seok Woo. Ditambah, nyawanya pun sempat diselamatkan Sang-Hwa (Ma Dong Seok) dan istrinya Sung-Gyeong (Jung Yu-Mi). 

Namun tidak dengan Yong Suk (Kim Eu Sung). Pejabat yang satu ini benar-benar jahat dan picik. Saat Seok Woo ingin masuk ke gerbong aman, Yong Suk menuduh mereka terinfeksi zombie. Saat gerbong Yong Suk sengaja dimasuki zombie, ia dan petugas KA Ki-Chul (Jang Hyuk-Jin) menyelamatkan diri ke toilet kereta. Namun saat kereta berhenti, Yong Suk malah mengorbankan Ki-Chul ke zombie agar ia dapat keluar dari kereta. Saat mendapat kereta yang aman, Yong Suk pun meninggalkan masinis kereta yang menolongnya dari kepungan zombie. 

Dalam setiap ketegangan yang disajikan, ada twist menarik dari film ini. Nilai-nilai yang disampaikan film banyak dan padat. Namun disampaikan dengan ciamik. Pertama nilai pengorbanan ayah kepada anak yang tanpa batas. Seok Woo yang terinfeksi virus zombie dari Yong Suk, akhirnya memilih bunuh diri. Hal ini agar ia tidak menggigit anaknya atau istri Sang-Hwa yang sedang mengandung. Kedua, ketamakan manusia lebih sadis dari zombie itu sendiri. Terutama pada penokohan Yong Suk yang licik, menjadi bias manusia zombie.

Saat zombie manusia memburu dan menginfeksi manusia dengan gigitan ganas membabi buta. Manusia zombie pun lebih sadis dari zombie manusia. Di saat nyawa di ujung tanduk, ternyata masih ada manusia yang tamak. Zombie tanpa akal dan perasaan wajar menginfeksi manusia. Namun, manusia yang bernurani bisa saja menjadi zombie. Ia hidup tanpa nurani, walau dibekali akal dan perasaan. Dan sungguh, Train to Busan bisa menggambarkan hal tersebut.

Saat zombie outbreak mungkin terjadi, kepanikan dan ketakutan wajar menyebar. Namun sebagai manusia sosial, bersatu dan berjuang bersama menjadi andalan. Namun karena realitas hidup yang pahit, kebencian, ketamakan, dan arogansi antar sesama menjadi pandangan hidup. Bahkan saat kematian ada di depan mata, pandangan hidup ini sangatlah tidak pantas. Orang-orang seperti inilah yang menjadi manusia zombie.

Train to Busan benar-benar menyajikan ketakutan eksternal dan internal manusia. Saat zombie menjadi ketakutan eksternal. Maka sifat tamak, arogan dan licik menjadi rasa takut kita akan sesama. 

Referensi: asianwiki.com | rottentomatoes.com

Salam,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun