Ada istilah pallogosentris yang mendefinisikan 'kapal oleng Kapten' adalah situasi gawat. Situasi dimana sebuah kapal mengalami gangguan eksternal. Sehingga kapal menjadi oleng atau terombang-ambing. Secara struktural kalimat ini adalah kalimat perintah. Namun secara pragmatis berarti menandakan situasi berbahaya. Sebuah illocution yang menandakan solusi harus segera dibuat karena kapal oleng. Dengan setting komunikasi dimana anak buah sang Kapten berbicara dengan Kapten itu sendiri.
Mudah dicerna dan pemahaman strukturalis dari penjelasan diatas. Namun apakah benar demikian? Apakah simbolisme tanda petanda di kalimat ini menyiratkan situasi gawat? Pertanyaan paling penting adalah mengapa 'kapal oleng' terjadi? Mengapa harus melapor pada 'kapten'? Adakah faktor eksternal yang membuat 'kapal oleng'? Apakah tragedi 'kapal oleng' ini disengaja?
Sebuah dekonstruksi yang menyangkut penyangkalan definisi 'dari sananya begitu' (pallogosentris) akan coba saya jelaskan. Walau trace atau jejak arti dan simbol yang terjadi mungkin erat kaitannya dengan pemahaman kita pada konteks kehidupan. Namun, dekonstruksi ini menyajikan pemahaman ahistoris. Mencoba mengais sedimentasi definis 'kapal oleng Kapten' untuk menyusunnya kembali.Â
Kapal oleng adalah kehadiran (presence) dari sebuah ketidakhadiran arti (absence). Yang tersaji dalam teks adalah kondisi gawat. Sebuah kapal mengalami turbulensi sehingga oleng. Kapal yang dimaksud adalah simbolisme dari moda transportasi. Sebuah medium mengarungi sesuatu di laut. Bukan sebuah perahu, sampan atau bahkan pesiar. Sebuah kapal dengan sederhana adalah media menyebrangi lautan. Apapun bentuk dan jenisnya, dalam fikiran kita ada simbolisme kapal.
Bagai sebuah 'Noah ark' simbolisme kapal menjadi universalitas tanda di tiap kepala kita. Kisah bahtera Nabi Nuh yang menyelamatkan bragam mahluk di kitab suci muncul di kepala kita. Kapalnya pun diombang-ambing lautan yang berasal dari banjir 40 hari 40 malam. Sebuah kondisi putus asa mahluk hidup. Nabi Nuh adalah Juru Selamat dalam bencana ini. Ada faktor turbulensi eksternal (banjir, ramalan, dan jalan selamat) yang terlibat. Dan secara brikolase hal ini menjadi sebuah metafora kehidupan.
Sang 'kapten' adalah nahkoda dalam pelayaran kapal. Sebuah kapal memiliki satu destinasi yang dituju. Dalam navigasinya, anak buah sang kapten saling berkoordinasi menuju tujuan bersama. Ada sistem hirarkis yang terjadi. Kapten menjadi peringkat superior dalam pelayaran. Ada leadership dalam navigasi kapal. Tidak mungkin ada 2 atau 3 kapten untuk satu kapal. Tujuan yang satu mungkin tidak akan tercapai.Â
Saat termaktub tanda bahaya 'oleng' maka sang kapten akan lekas bertindak. Semua pengetahuan kapten menghadapi turbulensi perairan pun muncul. Empirisme radikal sang kapten akan pengalaman dalam kondisi oleng ia harus ingat. Mungkin dari literasi yang pernah ia baca. Atau juga dari pengalaman sesama kapten saat kapalnya bersandar di satu pelabuhan. Dengan cekatan dan tangkas, fikiran sang kapten mencari solusi. Dengan sigap pula perintah harus kapten keluarkan. Agar dengan segera anak buahnya mengembalikan kapal ke kondisi 'non-oleng'.
Kondisi normal sebuah kapal saat mengarungi samudra harus dikembalikan. Kapal harus berjalan mulus diatas lautan tanpa ada gangguang berarti. Sebuah simbolisme yang kita tahu dan lihat saat kapal mengarungi lautan luas. Harus berjalan dengan kecepatan knot tertentu. Sama seperti tamsilan kapal Nabi Nuh yang tetap utuh walau badai mengguncang dalam perjalanan menyelamatkan mahluk hidup.
Faktor yang membuat kapal oleng menjadi kuat saat faktor eksternal mengenai kapal. Bak bahtera Nuh yang terombang-ambing badai. Kondisi lautan dan cuacalah yang mungkin menjadikan kapal oleng. Secara tidak sadar, hal ini menjadi suplemen saat kita memahami 'kenapa kapal oleng'. Faktor lautan yang memang mengalami ombak tinggi. Atau hujan petir yang menyebabkan lautan bergolak. Hal-hal inilah yang tersisip secara struktural ke dalam pemahamaman kapal oleng. Sulit menerka jika kapal oleng dilakukan dengan sengaja.
Yang mungkin menjadi kesengajaan adalah navigasi kapal yang menuju arah lautan tidak tenang atau badai. Sebuah jalur pintas di lautan yang begitu luas untuk mencapai tjuan bersama. Alh-alih memutar mengarungi beberapa samudra. Bisa saja sang kapten menempuh perairan yang tiada tenang. Semua agar mencapai tujuan bersama. Lalu dengan pengalaman dan pengetahuan menembus badai dan golakan laut, kapal nekat menuju jalur ini. Mungkinkah berhasil? Bisa iya. Mungkin juga akan karam.