Hidup ini memang keras bung!
Bagi kita orang dewasa, banalitas kehidupan menjadi 'santapan' di pagi hari. Bangun pagi lalu bersiap bekerja. Di tempat kerja mulai menggarap kerjaan yang itu-itu saja. Ada yang senang dengan pekerjaannya. Namun mungkin satu saat akan juga menemui titik jenuh.Â
Lalu pulang ke rumah masing-masing. Di perjalanan, dalam angkutan umum, kereta, mobil/motor rasa lelah sudah menggelayut. Sesampainya di rumah inginnya langsung merebahkan diri ke tempat tidur. Namun tugas tempat kerja masih perlu diselesaikan. Apalagi anak/sanak keluarga pun membutuhkan kehadiran kita di antara mereka. Rasa lelah itu mungkin hilang sesaat.
Lalu mulai tertidur pun tidak langsung mata terpejam. Masih banyak pikiran meremang dalam pikiran. Dalam kesunyian kamar tidur, ada keriuhan pikiran kita sendiri. Sampai kita pun lelah karena over-thinking. Untuk di pagi hari kita kembali ke rutinitas memeras tulang membanting keringat.Â
Coba warnai hidupmu dengan musik cadas bung!
Stigma sosial yang melabeli musik cadas itu bringas, tabu, penuh kejahatan atau bahkan 'sadis' umum kita temui. Namun apakah demikian?
Bukankah kita sebagai manusia punya sifat keras dan latensi berbuat jahat? Lihat banyak negara besar negara berdiri diatas peperangan dan genosida satu suku bangsa. Bagaimana perang dari jaman Romawi kuno sampai saat ini pun menjadi fakta. Atau yang lebih personal, bukankah Kabil dan Habil menjadi contoh hikayat kekerasan dalam diri manusia.
Perlu adanya 'katarsis' latensi ini dalam kehidupan. Sebuah medium yang aman dan mungkin juga lebih personal. Musik cadas mungkin menjadi jawabannya.
Saya sendiri penikmat musik cadas. Ada sebuah feeling tersendiri saat riff gitar itu melengking dan meraumkan tiap notasi. Ada hentakan adrenalin saat drum dan bass mengiringi ritme naik turun pada chorus dan bridge. Dan yang paling thrilling, ada chemistry tersendiri saat sang vokalis meng-growl, scream, atau apapun namanya lirik lagu.
Lirik lagu metal pun serupa musik pop pada umumnya. Ada yang picisan. Ada pula yang memiliki makna dalam. Silahkan kita mau menikmati apa. Seperti tulisan saya Lari, Berlarilah!
Ada 'keterwakilan' saat kerasnya amplifier dan teriakan pendendang lagu cadas saya dengarkan. Kita sudah bosan dengan kerasnya hidup. Sya sudah muak dengan pandangan orang merendahkan diri. Atau pusing dengan pemenuhan kebutuhan yang kian hari makin pontang-panting.