Dampak dari rasa percaya pada teknologi dan non-nativeness ini cenderung menyulut efek negatif. Berita hoaks mudah dan berita provokatif mudah saja disebarkan. Tanpa mencoba meneliti dan mengkroscek berita atau info tadi tentang kebenarannya.Â
Smartphone tidak hanya memiliki sosmed, namun pasti memiliki search engine, baik Google, Safari, atau Bing. Namun nampaknya oknum yang menyebarkan berita hoaks memang memiliki agenda dan trik agar bisa menjadi viral berita tersebut.
Guna mengkounter efek negatif ini, ada baiknya sebagai user dari teknologi kita memahami literasi digital. Khususnya menyoal literasi kritikal (critical literacy). Yang secara singkat mengandung makna bahwa teknologi memiliki sisi kultur, kekuasaan dan isu populer pada peradaban manusia. Dan nampaknya hal ini yang belum banyak disentuh dalam pendidikan kita.Â
Sehingga, perlu kita sebagai user dari teknologi abad 21 tidak lagi memandang teknologi pada sisi instrumental belaka. Fungsi teknologi memang banyak memberikan manfaat. Baik itu kalkulator, sensor panas dan gerak, wireless broadband, bahkan sampai artificial intelligence memiliki sisi kritikal dan sosial yang wajib kita fahami.Â
Terutama sosmed yang menjadi sebuah kebutuhan interaksi sosial abad 21 seperti sekarang. Bijak memahami konten, kevalidan, dan kredibilitas berita dan penyebar berita menjadi penting. Karena ada ranah kultur, kekuasaan dan populer yang juga terlibat.
Tulisan saya menyoal literasi digital:
Salam,
Wollongong, 13 November 2016
10:05 am
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H