Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sebuah Helicopter View Menyoal Full-Day School Mendikbud Baru

8 Agustus 2016   20:35 Diperbarui: 8 Agustus 2016   20:55 938
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah gebrakan dibuat Mendikbud yang baru saja dilantik Muhadjir Effendi menyoal Full-Day School (FDS) menyentak kita semua. Netizen dan publik pemerhati pendidikan pun riuh. Banyak yang mengomentari dengan nyinyir. Ada juga yang masih ragu melihat kebijakan ini akan efektif. Namun banyak pula yang senang akan aturan yang akan di-pilot project nantinya. Pak Mendikbud baru beserta jajarannya masih menggodok konsep. Dan seperti biasa, publik dibuat gamang sekaligus gaduh.

Seolah Muhadjir ingin membuat publik terhenyak lalu meminta kita menengok dan melihat dirinya dengan kebijakan FDS. Ini lho Mendikbud baru yang akan memberikan 'sesuatu' yang lebih daripada yang sudah lalu. Bijak lagi baik kiranya kita mengamati kebijakan ini dengan helicopter view. Bukan sekadar pro atau kontra. Namun juga memandang dari pihak-pihak yang dilibatkan disana. 

Setidaknya ada 4 empat pihak yang terlibat nantinya dalam kebijakan FDS ini. Semua dengan sisi negatif dan positif sebagai dampak FDS. Walau positif dan negatif disini harus perlu dianggap variabel tentatif. Namun setidaknya bisa memberi helicopter view menyoal kebijakan FDS ini.

1. Penentu Kebijakan

Dari sudut policy maker, FDS memang menjadi ujung tombak program kebaruan. Hal ini memberi pembeda dari pendahulu. Mungkin pula hal ini menjadi kewajiban Mendikbud baru dari pemerintah. Dengan kata lain, harus ada gebrakan. Mau tidak mau, enak tidak enak harus ada. Dan kebijakan ini harus siap dijalankan dengan efektif dan efisien. Mengingat pendidikan di Indonesia memang menjadi problema yang kian kusut.

Sisi positifnya, Mendikbud baru bisa memberi bukti pada atasan, dalam hal ini Presiden pada awal kinerjanya. FDS digadang bisa memberikan anak 'pagar' dari aktifitas luar sekolah yang buruk. Negatifnya, FDS ini memang menjadi program sekadar memenuhi sisi kebaruan. Walau konsep FDS diterapkan di beberapa sekolah, namun memukul rata penerapan FDS bisa dianggap kejar setoran.

2. Pihak Sekolah

Dan tentunya sekolah sebagai pelaksana kebijakann FDS memikul beban berat nantinya. Pihak sekolah harus menyiapkan entah sisi akademis atau non-akademis untuk memanjangkan masa tinggal siswa di sekolah. Guru harus memutar otak untuk menginisiasi program seperti pengayaan akademik, membahas PR, membuat karya kriya, dsb. Guru juga akan berkoordinasi organisasi ekstrakurikuler untuk menggodok program baru. Mulai dari UKS sampai mungkin Marching Band akan dijadwalkan kegiatan seusai jam belajar sekolah usai.

Positifnya, pihak sekolah akan dituntut lebih kreatif. Membuat siswa untuk betah di sekolah dengan kegiatan positif menjadi tujuannya. Negatifnya, beban guru akan semakin bertambah. Diberi honor yang seadanya, berdasar budget sekolah yang mungkin sudah berat, guru kiranya akan menggerutu. Pihak sekolah bisa saja mengumpulkan dana dari orangtua. Namun kiranya akan banyak perdebatan menyoal uang iuran.

3. Pihak Orangtua

Bagi orangtua yang bekerja, tentu banyak yang senang kebijakan FDS ini. Pulang kerja anaknya akan sama dengan jam pulang kerja. Namun bagi orangtua yang yang bekerja dari rumah, masih akan gamang. Anak yang biasa ditemui di rumah akan berkurang waktunya dari Senin-Jumat. Apakah efektif anak terus 'dikurung' di sekolah dengan FDS.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun