Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menyadap Hati Si Guru

25 November 2013   09:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:43 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ilustrasi: lazy-hippie.deviantart.com)

[caption id="" align="aligncenter" width="560" caption="(ilustrasi: lazy-hippie.deviantart.com)"][/caption] Ditengah gempuran harga barang kebutuhan yang semakin melangit. Ditengah tuntutan dunia teknologi dan fashion yang kian super cepat. Ditengah riuh rendah suara bising tetangga yangbaru saja membeli mobil dan motor baru. Ditengah tuntutan dunia pendidikan anak yang kian eksklusif dan mahal. Hati seorang guru saya sadap. Saya perdengarkan dan transkripsi dengan baik. Mendengar jerit perlahan dalam hatinya yang mungkin tidak terdengar. Memahami rintihan sebelum tidur si guru sebelum tidur, karena ia hanya bisa menangis dengan Tuhan sebagai pendengarnya. Kehidupan yang saya sadap menunjukkan transkripsi penuh kepedihan. Penuh semua keinginan yang tidak tergapai oleh keuangan si guru. Guru pun merintih dalam tindak hidupnya. Rupa-rupanya dalam senyum yang direkam muridnya setiap harinya, ada sunggingan air mata yang tertahan di lipatan matanya. Di tiap malamnya, saya sadap guru ini selalu berdoa dengan bulir airmata yang membasahi pipinya. Tuntutan pekerjaan dan ekonomi yang menggores hati si guru serupa bunyi sembilu. Setiap senyumnya adalah metamorfosis air matanya yang dikremasi dengan niat tulusnya membagi ilmu dan mendidik anak manusia. Itu yang saya sadap. Dalm setiap konspirasi dengan temans sejawat guru, si guru ini selalu menumpahkan kerisauan sebuah 'sistem'. Sistem yang saya sadap selayaknya mesin tua yang selalu coba dihidupkan dengan suku cadang kekinian yang dipaksakan. Sistem kurikulum yang ingin serupa dengan sistem orang-orang bule serasa menjadi beban profesi si guru. Buat apa ia mengajarkan observasi jika si guru hanya diberikan penyuluhan tentang penguatan kurikulum dengan powerpoin saja. Dengan segala kebingungannya, si guru berceloteh muram kepada teman guru lain. Sistem kurikulum yang membebani fikir si guru dalam tiap mengajar. Antara tahu dan sok tahu, si guru menjalankan saja semampunya. Bahkan dari yang saya sadap, kadang menertawakan ke-sok-tahuaannya karena bingungn dan beban tuntutan profesinya. Takut-takut malah nanti siswa tidak mengerti dan bisa-bisa menjadi suatu pertanyaan di Ujian Nasional. Ujian yang memang berskala Nasional, namun dengan pendekatan yang cetek dan murahan. Saya sadap, ada kesedihan saat si guru melihat siswa-siswanya duduk sambil mengerjakan soal UN. Ada kecemasan tidak lulus. Karena tidak lulusnya satu murid, adalah aib yang grandeur buat sekolah. Ada juga kepasrahan saat ada himbauan untuk para pengawas UN nanti, jangan terlalu ketat mengawasnya. Biarkan anak mencontek. Ini semua demi 'keuntungan' bersama. Itulah yang saya sadap dari kata hati si guru. Kalimat yang langsung didengar dari Kepala Dinas. Si guru sedih, gusar, galau. Profesionalitasnya dihancurkan dan dilumat sedemikian rupa dengan himbauan sang Kadis. Kepasrahan dan kesedihan itu berulang dan menjadi makanan tiap tahunnya. Pola kesedihan akan tuntutan ekonomi dan kegusaran profesi di dunia sekolah menjadi kurva umum tragedi hati si guru. Tiap malam dalam hari, minggu, bulan hal tadi diulang dan diperdengarkan. Saya transkripsi dan membuat pola umum dan dimaklumi oelh banyak guru pada akhirnya. Ada dari hati-hati mereka yang sudah membatu karena menganggap semua ini ya seperti itu. Ada juga hati yang masih memancarkan cahaya murni seorang pendidik. Walau serupa lilin yang tertiup angin kebohongan dan kepalsuan, tapi ia hidup dan menerangi hati-hati siswanya. Selamat hari Guru Nasional 2013 dan Peringatan Ke-68 Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Semoga seuatu saat lilin itu membara dan menerangi hati dan fikiran generasi Indonesia. Salam, Solo, 25 November 2013 09:32 am

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun