[caption id="" align="aligncenter" width="464" caption="(photo: indonesiarayanews.com)"][/caption] Menghangat, opini dan komentar para petinggi Parpol untuk segera berkoalisi. Selain sebagai ancang-ancang mengambil kesempatan meraih suara untuk Capres yang diajukan nanti. Wacana koalisi adalah komoditi media untuk saling mengadu komentar para petinggi Parpol. Saling menjatuhkan partai lain sekaligus mengistimewakan partai sendiri, menjadi komoditas manis wacana koalisi. Wacana yang akan memanas seiring masing-amsing petinggi Parpol sewot. Kiranya itulah yang terjadi antara petinggi Demokrat dan PKS. Sewot-sewotan untuk siapa berkoalisi dengan siapa. Saling merasa 'selektif' memilih kawan, dibalas dengan argumen sewot super subjektif. Demokrat, dengan parasit korupsinya yang semakin melekat erat, mencoba menaksir PDI-P sebagai kawan koalisi. "Malah lebih enak, PDIP jelas, A kata Ibu Mega, A ke bawah. Daripada PKS enggak jelas, kayak Fahri sampai sekarang ngantemin saja," kata Wakil Sekjen Demokrat Ramadhan Pohan di Gedung DPR, Jakarta, Senin (3/2/2014). Sedang PKS sendiri merasa sewot saat Demokrat mau berkoalisi dengan PDI-P. Atau mungkin merasa dikhianati, entahlah. Tapi Wasekjen PKS, Mahfudz Sidik melemparkan cibiran yang cukup nyinyir untuk petinggi Demokrat. "Ya tidak apa-apa (Demokrat tak mau koalisi dengan PKS). PKS juga belum ada niat koalisi dengan Partai Demokrat juga." Lanjutnya, "Ya karena Partai Demokrat mau enak sendiri,"kata Wasekjen PKS Mahfudz Siddiq ketika dikonfirmasi, Selasa (4/2014).  (berita: tribunnews.com) Demokrat Berkoalisi Dengan PDI-P = Ngimpi Sejatinya, perseteruan antara PKS-Demokrat ini semacam sewot-sewotan anak kecil yang tidak jelas pangkal solusinya. Pihak Demokrat, diwakili Ramadhan Pohan nampak sesumbar ingin merangkul PDI-P sebagai kawan koalisi di Pemilu ini. Atau malah mungkin merasa yakin bisa meraih minat Ibu Mega untuk Demokrat bisa bergandeng tangan. Nampaknya Pohan lupa atau pura-pura lupa saat-saat tegang SBY-Mega pada Pemilu 2009 lalu. SBY yang sempat membuat geram Megawati pada Kabinet Gotong Royong. SBY yang sempat menjabat Menkopolhukam berkhianat pada Megawati dengan menjadikan dirinya Capres dari Demokrat. Megawati merasa dikhianati. Dan seperti 'dikucilkan' oleh Mega, SBY menjadi media darling karena merasa dizolimi. Sejak itu pamor SBY dengan Demokratnya melesat. Dan berhasil merengkuh posisi Presiden periode 2004-2009. [caption id="" align="aligncenter" width="318" caption="(SBY Menyalami Mega Setelah Penyerahan Gelar Pahlawan Kepada Sokarno 2011, photo: merdeka.com)"][/caption] Dan sejak saat itu, perang dingin ditunjukkan pada momen-momen mereka bertemu. Media mengkover berita dengan jabat tangan dengan pandangan dingin dari SBY-Mega sebagai perseteruan yang tidak padam. Dan sampai saat ini pun, komentar Mega di PDI-P berseberangan dengan cara pandang SBY. PDI-P selalu berdiri melawan kebijakan Kabinet Indonesia Bersatu 1 &  2 pimpinan SBY. Dan, Pohan nampaknya sesumbar menganggap Demokrat mampu merayu PDI-P sebagai kawan di koalisi untuk Pemilu 2014 ini. Atau inikah sebuah komentar keputusaan seorang kader Demokrat. Saat banyak survei menghitung elektabilitas Demokrat yang terpuruk. Lontaran komentar berbau kesombongan ini sepertinya adalah katarsis keresahan para petinggi Demokrat. Saat masyarakat mulai jengah melihat petinggi Demokrat yang terjerat dan diduga terlibat korupsi segala rupa, wajar rasanya Demokrat akan kolaps di Pemilu 2014 ini. Mulai dari Bathoegana yang terendus gelagat liar memalak THR untuk DPR. Gede Pasek yang sesumbar meminta Syarief Hasan, Mentri Koperasi & UKM diseret KPK karena korupsi anaknya. Sampai kelakar Anas yang meminta Ibas diperiksa karena keterlibatannya pada arus korupsi dana gelap pada Konvensi Demokrat 2010 lalu. Tentunya membuat nafas Demokrat kembang-kempis pada Pemilu 2014 ini. Dan dengan siapakah Demokrat akan berkoalisi nanti? Arus politik transaksional parlementer Parpol tentunya berada di arus bawah. Arus yang publik tidak paham. Arus yang penuh liku dan ruang gelap yang hanya dipahami oleh buto-buto haus uang dan jabatan. Semua bisa diatur jika wani piro-nya cocok dan mutualis. Salam, Solo 04 Februari 2014 03:23 pm
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H