Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Jangan Sampai Mahasiswa Jadi Mahasisa

25 Oktober 2013   10:09 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:03 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: kampus.unikom.ac.id

[caption id="" align="aligncenter" width="384" caption="ilustrasi: kampus.unikom.ac.id"][/caption] Beranjak dari ruang kantor dan menuju kelas, saya lihat beberapa mahasiswa senior sedang sibuk mengerjakan sesuatu di pojok tangga. Saya lalu coba bertanya basa-basi "Lagi pada ngapain ini?". "Ngerjain tugas rame-rame pak. Bareng perkumpulan MahaSisa pak..hahaha" Sambil menjawab mereka tertawa lepas. Saya pun tersenyum sambil berlalu menuju kelas. Wah, sebuah istilah yang membuat fikiran saya tergelitik. Memang hanya memelesetkan kata MahaSiswa menjadi hilang huruf 'w' menjadi MahaSisa. Memang para mahasiswa yang berkerumun mengerjakan tugas itu adalah mahasiswa senior yang sedang merevisi mata kuliah. Mereka yang tinggal beberapa orang, sedang teman-teman mereka sudah diwisuda. Pola Umum Kuliah Para MahaSisa Umum saya temui para 'mahasisa' ini yang mengikuti mata kuliah saya kembali. Biasanya mereka akan datang telat dan duduk bersama-sama dibelakang. Karena mata kuliah yang saya ampu adalah semester 3, biasanya 'mahasisa' menganggap seumpama 'pengayaan'. Mata kuliah yang direvisi untuk memperdalam pemahaman atas satu subjek kuliah. Kebanyakan mereka memang hanya sekadar mengikuti mata kuliah yang mereka revisi. Tanpa banyak bertanya maupun kritik. Pokoknya kuliah saja sudah cukup bagi mereka. Sehingga dosen, bahka saya sendiri membuat nilai mereka dalam konteks 'hati nurani'. Walau kadang nilai mereka mengecewakan dalam UTS atau UAS, jika mereka rajin masuk atau mengerjakan tugas sudah dapat mengkatrol nilai akhir. Stidaknya tidak menyia-nyiakan kuliah harian, pada intinya. MahaSisa Haruslah Bertanggung Jawab Untuk Diri Mereka Sendiri Sering saya mendengar keluhan para mahasisa ini. Mereka memang cukup stress menghadapi kuliah atau skripsi yang belum juga rampung. Ditambah lagi tekanan orang tua dirumah yang selalu bertanya soal kapan mereka akan lulus. Menjadi beban yang cukup berata saat mereka harus pulan di akhir minggu. Menjadi sebuah trauma tersendiri jika bertemu orang tua mereka. Adalah hal yang baik jika 'mahasisa'  mau bertanggung jawab atas diri mereka sendiri. Segala daya dan upaya baik moril maupun materil sudah orang tua mereka berikan. Ada baiknya mereka mencoba lebih bisa bertanggung jawab atas kepercayaan orang tua yang sudah diberikan. Melaksanakan keinginan orang tua untuk lulus memang berat. Namun itulah tugas utama mahasiswa. Dengan lulus atau wisuda sudah seperti hadiah yang istimewa untuk orang tua. Posisikan diri kalian saat menjadi orang tua. Mereka tidak menuntut lebih, hanya ingin melihat anaknya menjadi lebih baik dari mereka. Salam, Anda juga tertarik membaca

  1. Mainstream Mahasiswa: Yang Terombang-ambing
  2. Mahasiswa (Bukan) Agent of Change

Solo, 25 Oktober 2013 09:58 am

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun