[caption id="" align="aligncenter" width="512" caption="(ilustrasi: flickr.com)"][/caption] Mahasiswa, ada beberapa yang gugur ditengah jalan. Ada yang memang sengaja mengambil cuti. Adapun yang sama sekali tidak pernah hadir di ruang kelas. Banyak alasan yang diutarakan. Mulai dari urusan ekonomi, sampai tidak kuat mengikuti perkuliahan. Alasan ekonomi dapat dianggap maklum. Namun banyak juga yang gugur ditengah perkuliahan karena tidak kuat dalam mengikuti kuliah. Ada dua hal yang patut dicermati. Yaitu mereka yang gugur karena tidak ada hati memilih jurusan. Dan juga mereka yang setengah hati memilih jurusan yang kini mereka geluti. Alasan ekonomi tentunya menjadi sebuah alasan yang cukup lumrah. Apalagi biaya kuliah yang juga tidak sedikit. Mulai dari SPP perkuliahan atau biaya SKS. Uang jajan bulanan plus pulsa dan lain-lain tentunya orangtua anggarkan. Belum lagi mereka yang kuliah dan jauh dari rumah. Biaya kos bulanan atau tahuna dan membayar listrik, air PAM di kos, tentunya menjadi beban finansial tambahan. Belum lagi segal bentuk fotokopi buku atau makalah. Ataupun biaya praktikum yang juga tidak murah. Biaya-biaya yang kiranya untuk mahasiswa dari keluarga ekonomi menengah atau rendah memberatkan. Dan banyak dari mahasiswa saya yang latar belakang orangtuanya adlah petani atau wiraswasta di rumah. Penghasilan tidak tetap ataupun sedikit tentunya akan menjadi alasan utama cuti. Atau bahkan ada yang berhenti kuliah. Terlepas dari anaknya pintar atau pas-pasan, mundur teratur tentunya adalah pilihan terbaik. Dan biasanya mereka akan segera bekerja setelah lepas kuliahnya. Dan alasan lain gugur berkuliah adalah tidak kuat. Ada yang memang dipaksa orangtua mereka untuk masuk jurusan ini atau jurusan itu. Katanya prospek kerjanya bagus. Katanya nanti dijanjikan pekerjaan di kantor bapak/ibu mereka. Atau alasan yang kadang agak aneh untuk saya. Bapak ibunya guru, masak anaknya bukan guru. Sebuah bentuk penindasan dan kekolotan orangtua seperti ini yang kadang membuat anaknya yang kuliah masuk dengan tanpa hati. Mereka kuliah tanpa niat dan mengawang-awang. Badan mereka ada di kursi kelas. Namun fikir mereka ada di tempat lain. Ingin merasakan enaknya kuliah di Kebidanan atau senang menggambar gedung di ruang praktek gambar jurusan Arsitek. Sehari-hari mereka pokoknya mengekor teman untuk memahami dan menyelesaikan tugas. Semampu mereka mendapat nilai sebaik-baiknya. Dengan tidak ingin mengecewakan orangtua mereka. Toh mereka tetap berusaha. Sayangnya, usaha yang mereka lakukan tidak dengan rasa suka dan penasaran akan ilmu. Ada pun mahasiswa yang setengah hati kuliah. Mereka sebenarnya suka dengan jurusan yang mereka pilih sendiri. Mereka suka karena terinspirasi seseorang atau sesuatu. Jurusan Bahasa Inggris misalanya mereka pilih. Bahasa Inggris itu keren atau cool. Mereka suka bernyanyi dengan Bahasa Inggris. Suka nonton film Hollywood yang mereka anggap keren. Nyatanya, setelah masuk dan berkutat dengan ilmu Bahasa Inggris. Mereka nglokro (lemah, lesu dan letih) saat terus mengikuti tiap semester perkuliahan. Ternyata Bahasa Inggris tidak sekeren atau se-cool mereka fikir. Pilih berhenti saja. Karena semakin rumit ternyata Bahasa Inggris. Bukannya terpacu untuk belajar, mereka ternyata menjadi seperti lumpuh. Niat mempelajari dan belajar pun memudar. Malas kuliah dan akhirnya mengambil cuti atau berhenti. Rugi buat mereka. Namun daripada semakin pusing. Apalagi saat menemui skripsi yang 'katanya' akan semakin membebani mereka. Memang adalah hak setiap mahasiswa untuk berhenti atau cuti kuliah. Namun alasan yang kurang bisa dianggap kuat dan cenderung tidak logis, jangan menjadikan mahasiswa cuti atau berhenti. Coba fikirkan kembali. Terutama buat yang tanpa hati atau setengah hati kuliah, perbaiki niat dan cita-cita. Mulai bergeser pandang dan tujuan hidup dengan kuliah yang saat ini dijalani. Tidak ada salahnya menempuh yang saat ini dibiayai orangtua. Motivasi utama datang dari diri sendiri. Menjalani kuliah 4 tahun bukan waktu yang lama jika dijalani dengan semangat dan ikhlas. Semangat. Salam, Solo, 28 Januari 2014 10:13 am
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H