[caption id="" align="aligncenter" width="544" caption="(ilustrasi: get-covers.com)"][/caption] Baru saja melihat berita menyoal kedatangan SBY ke Bengkulu. Kedatangan ini dalam rangka memperingati Hari Pers Nasional (HPN) tanggal 9 Februari nanti. Dalam memperingati HPN dan menyambut kedatangan SBY ke suatu kota, lagi-lagi Pemda 'membenahi' (baca: menutup borok) semua yang buruk di kotanya. Dan di Bengkulu nanti, para pedagang di sekitar belakang Benteng Marlborough di kawasan Pantau Tapak Paderi Bengkulu. Dan waktu yang diberikan untuk mereka adalah 30 hari sebelum SBY datang. Haruskah merenggut nafkah hidup 30 hari pedagang, demi 1 hari kunjungan SBY? Sekitar 50 pedagang kaki lima yang biasa berjualan di kawasan Pantai Tapak Paderi, tepatnya di belakang Benteng Marlborough, Kota Bengkulu mengaku terpaksa berhenti berjualan. Salah seorang pedagang, Erna (50) saat ditemui mengatakan, mereka diminta oleh Pemerintah Provinsi Bengkulu untuk meninggalkan lokasi yang biasa mereka tempati untuk berjualan. "Kami mau saja sebenarnya berhenti jualan tetapi jarak waktu kami berhenti berdagang dengan kedatangan presiden panjang sekali, kami berhenti jualan sejak tanggal 6/1/2014, sementara presiden datang tanggal 9 Februari," kata Erna, Kamis (9/1/2014) kemarin. (berita: tribunnews.com) Sebuah kenyataan (baca: borok) di daerah yang susah payah Pemda sembunyikan. dan, sepertinya sudah menjadi pemandangan umum. Jika Presiden datang, maka semua harus tampak indah dan elok. Apa yang dipandang tidak sedap sehari-hari oleh masyarakat, tidak patut disaksikan Presiden. Semua keburukan negri ini hanya patut disuguhkan ke masyarakat. Sedang Presiden tidak. Ia hanya tahu beres. Pemda serasa tidak berdaya atas kunjungan orang nomor 1 Indonesia. Antara prinsip ABS (Asal Bapak Senang) dan penutupan borok Pemda. Kedatangan Presiden RI Susilo Bambang Yudoyono (SBY) ke Kabaupaten Pemalang bulan (penulis: Februari 2013) lalu sisakan masalah bagi masyarakat miskin. Bangunan semi permanen milik Pedagang Kaki Lima (PKL) di sepanjang Jalan Raya Pantura dimana tempat presiden menginap di hotel berbintang dipaksa dibongkar dari tempat mereka usaha. Saat itu, SBY dan para punggawa istana bertandang di Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah mengunjungi pabrik teh, holtikultura, sarana kesehatan dan peternakan. Sambutan yang meriah bagi pemerintah daerah pun dilakukannya. Tak ketinggalan masyarakat tumpah ruah memagar betis di sepanjang jalan. "Jangan bohongi kami. Kami hanya rakyat kecil yang butuh makan saja," ujarnya. Sementara itu, Sudiyo (52) warga Desa Tegalmlati Kecamatan Petarukan, pemilik warung makan yang dibongkar ketika ditemui lokasi puing-puing warung yang dibongkar mengatakan, jumlah bangunan semi permanen yang dibongkar berjumlah lebih dari 25 bangunan. Melalui arahan dari TNI Kodim setempat bahwa menjelang kedatangan presiden (H-3) bangunan harus selesai dibongkar. Dia juga dijanjikan oleh pemerintah jika usai kunjungan Presiden boleh kembali dibangun. (berita: korandinamika.com) Belum lagi biaya yang digunakan untuk membongkar, menambal jalan, mengundang pihak dan pejabat terkait, sampai membayar pawang hujang. Dana yang tidak sedikit tentunya. Saat anggaran lain tersendat, untuk kunjungan Presiden tentunya akan sangat cepat cairnya. Rencana kunjungan kerja Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono ke Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur yang dijadwalkan, tanggal 4 dan 5 Desember 2013 ini bakal menelan anggaran sekitar Rp1 miliar. "Dari proses persiapan, hingga bapak presiden tiba di Sumenep, anggaran yang dibutuhkan berkisar Rp1 miliar," terang Anggota DPRD Kabupaten Sumenep, Darul Hasyim Fath, Selasa (3/12/2013). (berita: portalmadura.com) Baik memang memperbaiki dan memperindah kota atau daerah sendiri. Namun jangan cuma saat orang penting atau Presiden datang. Pembangunan yang dikebut atau bahkan terkesan instan demi memuaskan pandang Presiden. Semua terkesan pembangun lancar dan sukses di daerah. Apakah demikian adanya. Toh SBY sepertinya tidak mau tahu. Lihat saja resort Sail Morotai 2012 lalu yang kini mangkrak. Semua bangunan seperti teronggok mati setelah dipergunakan sebentar oleh para petinggi Istana. Pemda setempat hanya sepertinya membangun dan mempercepat pembuatan resort ini tanpa perduli segi perawatannya. Berikut salah satu Kompasianer yang membahasa menyoal resort Sail Morotai 2012 yang kin mangkrak (Dizzman: Akankah Sail Komodo Bernasib Seperti Sail Morotai?) dibawah ini. Sebuah cottage yang ditempati Presiden SBY ketika meresmikan Sail Morotai tampak sepi, tidak ada tanda-tanda kehidupan di sana, bahkan dipalang oleh sebilah bambu tanda bahwa tempat tersebut tutup. Sementara bangunan seperti pelabuhan, rumah pintar, dan beberapa perkantoran belum digunakan oleh pemerintah setempat, karena belum kunjung usai juga serah terima bangunan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Pemerintah pusat menginginkan segera dilakukan serah terima, namun pemerintah daerah ragu-ragu untuk menerimanya karena biaya perawatannya cukup tinggi dan tidak sanggup dibiayai dari APBD setempat. Kurang koordinasi seperti ini yang menjadi masalah di manapun di Indonesia, sehingga banyak bangunan pemerintah terlantar karena tidak ada yang mau bertanggung jawab untuk mengurusnya. [caption id="" align="aligncenter" width="320" caption="(ilustrasi: ganeshkamath89.blogspot.com)"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H