Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Indonesia Sedang Dijamas

27 Januari 2014   13:49 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:25 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ilustrasi: photo.net)

[caption id="" align="aligncenter" width="543" caption="(ilustrasi: photo.net)"][/caption] Teriring doa dan keberkahan untuk korban bencana di Indonesia tercinta. Artikel ini merupakan kontemplasi sederhana. Sebuah perenungan orang awam atas semua bencana yang terjadi di Indonesia di awal tahun ini. Bencana yang sejatinya adalah sebuah hikmah yang patut diresapi bersama. Sudahkah kita merawat dan menjaga kelestarian alam Indonesia? Sudahkan kita dan segenap pihak yang terkait siap dan sigap menanggapi bencana yang terjadi? Dan bencana yang baru-baru ini terjadi. Mulai dari erupsi gunung, banjir bandang dan gempa bumi, adalah upaya menjamas (membersihkan atau mensucikan) alam Indonesia. Serupa pusaka, Indonesia (atau bahkan dunia) saat ini sedang dalam masa mensucikan. Mensucikan dirinya dengan membuat manusia Indonesia berfikir dan menelaah makna dan pesan dari bencana yang terjadi. Agar ke depan, bencana yang datang benar-benar dapat dimitigasi. Mitigasi yang berarti menjinakkan atau meringankan, menyiratkan penangan bencana yang baik. Karena bencana tidak dapat dicegah. Namun korban dapat dengan baik diminimalisir dan ditangani dengan baik. Seperti pesan dalam lagu wajib nasional Ismali Marzuki dengan judul Indonesia Pusaka. Sudah terisratkan bahwa Indonesia adalah pusaka. Sedang pusaka sendiri adalah sebuah entitas yang memberikan kekuatan. Sebuah entitas yang secara kultural historis dijaga dari generasi ke generasi. Dan ini pun sudah implisit disiratkan dalam lirik Indonesia Pusaka.

Indonesia tanah air beta Pusaka abadi nan jaya

Indonesia sejak dulu kala Tetap di puja-puja bangsa

....

Bencana yang mendera dan melanda seumpama sebuah jamasan sang ibu pertiwi. Memandikan dan untuk membersihkan segala sesuatu yang dianggap tidak baik. Bukan manusianya. Erupsi tidak akan memakan korban jiwa jika kesadaran warga dan evakuasi dilakukan dengan baik. Banjir mungkin tidak akan menerjang dengan memakan korban jika saja manusia sadar dan perduli akan hulu-hilir sungai. Sedimentasi sungai yang dijaga dengan tidak mengotori sungai dan resapan hujan yang baik dan cukup. Gempa sejatinya tidak memakan korban. Jika saja pembekalan dan pelatihan saat menghadapi gempa bisa disimulasikan dan kita mau belajar. Yang hendak bumi Indonesia bersihkan adalah fikiran dan syak wasangka yang buruk. Sebuah pola memberikan sinyal pemahamam makna yang tersirat. Pemahaman yang tidak dirasakan dengan hanya mengeluh. Pemahaman yang baik dirasakan saat fikir dan hati jernih. Saling menyalahkan dan diam saja nampaknya tidak akan memberikan makna apapun. Yang ada hanya kekesalan hati yang mengeluh. Dan keletihan fisik yang gontok-gontokan menyalahkan. Mulailah memperbaiki tali persaudaraan sebangsa yang semakin merenggang. Para petinggi kita yang diberikan amanah malah serupa binatang yang haus akan mangsa, Tidak kenal kawan atau lawan, yang namanya kekuasaan dan uang seakan menutup mata dan nurani mereka, Bancakan duit rakyat serasa umum dan lumrah. Rapat menyoal rakyat dianggap tidak penting di gedung MPR/DPR sana. Kampanye diri dan blusukan dadakan lebih penting menjelang Pemilu 2014. Pemimpin hanyalah polesan citra tanpa benar-benar mewakili lidah masyarakat. Para pemimpin kita adalah pemimpin yang hanya struktural. Secara esensi sama sekali tidak nampak. Para mentri dan pejabat tinggi lainnya malah sibuk menyiapkan diri menduduki kursi 'hangat' di DPR/MPR. Memohon suara dan dukungan dengan tanpa sungkan. Wajah tersenyum di baliho yang ada seperti menyiratkan kepalsuan kepemimpinan dan keterwakilan masyarakat. Jauh dibalik bencana ini, Tuhan sedang sudah membuat rencana untuk Indonesia. Rencana yang terbaik dan indah.  Dan kita sebaiknya bersabar dan terus berdoa dibalik semua bencana ini, Agar selalu diberikan kesehatan dan keselamatan untuk menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara dengan baik. Menjadi warga negara yang mau dan rela dengan baik mengarmonisasikan perbedaan. Ikhlas dan siap merawat dan menjaga kelestarian lingkungan tempat kita bernaung. Bukan untuk kita saja, namun lebih kepada anak-cucu dan generasi kita selanjutnya. Dan penjamasan Indonesia yang sudah dan sedang terjadi ini menjadi renungan eling lan waspodo (ingat dan waspada). Ingat kembali betapa sejatinya kita sudah tidak perduli dan merawat bumi pertiwi ini. Agar kedepan, kita bisa lebih siap dan sigap menghadapi cobaan. Salam, Solo 27 Januari 2014 01:45 pm

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun