[caption id="" align="aligncenter" width="400" caption="(ilustrasi: occasionallycrafty.com)"][/caption] Sebagai seorang suami, betapa senang hati ini jika pulang ke rumah mengetahui semua dalam keadaan ceria. Istri menyambut dan mencium tangan kita. Anak menghampiri untuk sekadar tersenyum atau ikut salim. Ah, betapa lelah dan letih seharian bekerja akan memudar tepat di depan pintu rumah. Sehingga, energi positif anak dan istri serasa merasuk ke tubuh kita. Menjadikan kita segar kembali. Dan peran kita berubah saat kita mengucap salam di depan pintu. Yang tadinya adalah pekerja yang sibuk dan terbeban semua pekerjaan dan deadline. Berubah peran menjadi seorang ayah, bapak, atau papa yang sederhana dan menyayangi keluarganya. Dan cium tangan (atau lalu cium kening istri) akan merubah semua beban itu menjadi seperti sebuah penyegar dari penatnya dunia di kantor. Dan cium tangannya istri dapat dimaknai sebagai rasa hormat. Namun jauh dari itu semua, makna cium tangan atau salimnya istri bisa berarti lebih dari memberi rasa hormat. Pertama, cium tangan sebagai sebuah rasa syukur Cium tangannya istri dapat dimaknai pula sebagai sebuah ungkapan syukur. Sebagai ungkapan terima kasih kepada sang Pemilik Semesta sudah mengijinkan suami bisa pulang ke rumah dan memberikan keselamatan selama di jalan tadi. Rasa syukur dapat menatap kembali senyum suami. Menyandang dan mencium tangan suami kembali. Anak pun kembali senang menjumpai ayahnya kembali pulang ke rumah. Janji sang ayah untuk pulang sore ini terpenuhi. Dengan sabar dan tulus sang anak menunggu sang ayah kembali ke rumah. Menanti untuk dapat bermain kembali walau sebentar. Bermain yang kadang sepele untuk orang dewasa, namun sangat berarti untuk sang anak. Bisa bersama sang ayah adalah suatu yang priceless untuk anak. Saat mencium tangan atau kemudian mengecup kening istri, hendaknya suami sembari berdoa. Berdoa agar selalu diberikan kesempatan dan kesanggupan bertemu kembali anak dan istri di rumah. Dan dengan tulus pula bersyukur karena bisa mengetuk pintu, berucap salam, dan tersenyum menyapa mereka yang ada di rumah kembali. Kedua, mencium tangan adalah bukti cinta yang diperbuat Mungkin semakin lama hidup berumah tangga, semakin sedikit kata cinta atau sayang terucap. Mungkin karena sudah merasa tua dan tidak seperti masa muda dulu, banyak dari kita orangtua sungkan mengucapkan kata cinta. Kata yang dulu menjadi suatu yang diidamkan dan dinanti. Saat bertemu di jaman masih muda dulu, mengucapkan kata sayang atau cint membuat hati berbunga. Senyum simpul dan tersipu istri saat suami mengucapkan kata cinta, menjadikan candu cinta yang selalu didamba. Dan cium tangan sejatinya adalah kata cinta atau sayang itu sendiri. Ia bermetamorfosa menjadi suatu yang lebih eclectic (langitan). Kata cinta menjadi pengabdian suami maupun istri. Kata cinta dulu itu sekarang menjadi suatu dasar membangun rasa setia suami dan istri. Dan cium tangannya sang istri adalah bentuk nyata rasa cinta yang menjadi perbuatan. Cium tangan adalah simbolisasi cinta dalam bentuk perbuatan nyata. Kata cinta dulu sudah menjadi sebuah pembuktian dengan istri mencium tangan suami. Sebuah hal yang tidak harus suami minta. Bukan pula menjadi beban istri. Karena secara tidak sadar, cium tangannya istri adalah bentuk kesetiaan yang dilakukan setiap saat. Menyambut dengan mencium tangan suami adalah pengabdian cinta yang tanpa pamrih dan lebih nyata dari kata cinta itu sendiri. Ketiga, mencium tangan suami adalah pelebur beban suami Betapa kita suami, akan senang jika istri mencium tangan kita. Dengan mengalihkan pekerjaan atau hal lain yang sedang dilakukan istri, ia dengan sigap menyambut suami. Ah, betapa lelah dan stress dari luar rumah serasa lebur tepat saat tangan ini dicium istri. Betapa sungguh senyum dan sapa istri saat cium tangan adalah penawar lelah dan jengah dunia di luar rumah. Rumah menjadi alam surga yang Tuhan rekayasa demikian baik dengan hadirnya istri dan anak. Istri yang setia dan anak yang sehat dan ceria, adalah gambaran prerequisite (awal) surga. Penatnya dunia akan mampu dileburkan tepat saat istri dan anak menyambut di rumah. Celoteh ringan seperti menawari minum atau anak menunjukkan gambar terbarunya (walau acak-acakan) adalah serupa energi drink hati yang kalut dengan pekerjaan. Walau sejenak, tapi perasaan senang dan bahagia disambut anak-istri adalah momen yang menjadi candu. Selalu suami rindu dan harapkan. Dan tentunya selalu istri dambakan. Karena sang suami bisa kembali pulang, walau lelah. Dan dengan bukti cintanya, menyambut suami dengan cium tangan dan senyum simpul. Sebagai penawar jumudnya dunia. Belum lagi celoteh dan senyum anak yang menyambut. Betapa sempurnya peran ayah, bapak, atau papa. Buat wanita karir atau bekerja, tidak ada salahnya pula mencium tangan sang suami yang telah dulu pulang ke rumah. Hanya beda posisi saja, sang suami menyambut dan istri pulang kiranya tidak meruntuhkan makna cium tangannya istri. Sama-sama bersyukur bisa kembali bersatu di hari ini. Bisa kembali membuktikan kesetiaan dalam berumah tangga. Dan bisa menjadi penawar penatnya dunia. Dengan menciptakan surga mini di dunia. Keluarga. [caption id="" align="aligncenter" width="363" caption="(ilustrasi: meetville.com)"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H