Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Acara Audisi Dangdut Live Ini Sungguh 'Hina'

10 Maret 2014   19:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:05 513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

[caption id="" align="aligncenter" width="480" caption="(screenshot: musicaneltubo.it)"][/caption] Betapa semakin rendahnya nilai toleransi masyarakat Indonesia semakin nyata. Gembar-gembor nilai-nilai toleransi yang tinggi di negara ini, kian terberangus. Bagaimana tidak, dua konser audisi dangdut live berlangsung bersamaan di dua stasiu televisi. Yang satu D' Academy di Indosiar dan yang satunya Tunjuk Satu Bintang (TSB) di MNCTV. Dua konser dangdut yang mengumbar joget (kadang dengan pantat yang kurang baik) dan dandanan ngejreng (kadang norak) ini sungguhlah tidak menghormati waktu Magrib. Selain itu, waktu Magrib yang memang bagi umat Muslim guna melaksanakan sholat Magrib. Waktu Magrib pun menjadi waktunya keluarga berkumpul dan bersama duduk untuk makan malam. Apakah para penonton dua konser dangdut live itu tidak ada yang sholat Magrib? Apa haruskah demi menonton konser live dangdut itu, wajar untuk dijamak (digabungkan) sholatnya dengan Isya. Padahal acara konser live tadi, seperti D' Academy ada setiap hari. Tidak ada tuntunan yang bisa menguatkan seorang dapat menjamak sholat dengan alasan menonton konser dangdut. Apalagi para Juri yang saya tahu juga Muslim seperti Syaiful Jamil di D' Academy atau Ayu Ting Ting di TSB. Apakah ada alasan kuat menjamak sholat dengan alasan menjadi juri? Setahu saya tidak ada selain alasan bepergian. Konser audisi live dangdut ini pun lebih 'hina' dari konser-konser metal. Sejauh saya tahu dan rasakan sendiri saat menghadiri konser. Waktu Magrib sampai dengan Isya, digunakan untuk break Ishoma (Istirahat, Sholat dan Makan) di konser-konser musik metal. Saya dan teman-teman saya untuk sholat. Konser dihentikan sementara sampai adzan Isya selesai berkumandang. Toleransi terhadap umat Muslim dan waktu magrib sendiri, malah bisa ditonjolkan oleh para metalhead atau pencinta musik cadas di Indonesia. Stigma negatif musik cadas yang dianggap umumnya sebagai musik 'setan' dan urakan harusnya kini tidak ada. Malah konser audisi dangdut live di waktu Magrib, yang bahkan sampai jam 12 malam tadi yang harusnya menjadi lebih hina. Stigma yang kadang tidak diketahui dan difahami mainstream media kita. Waktu Magrib pun, mungkin bagi umumnya keluarga adalah waktu berkumpul dan bercengkrama dengan keluarga. Bayangan saya, jika orangtua sibuk menonton konser live audisi dangdut ini maka anak-anak mereka pun dibiarkan saja. Mereka malah disuruh menonton bersama-sama. Bukan itu arti kebersamaan keluarga. Fokusnya adalah kebersamaan anggota keluarga. Merasakan kehangatan tegur sapa dan ngobrol seluruh anggota keluarga. Bukan pada siapa jagoan dangdut yang menang. Waktu Magrib ini baiknya duduk bersama makan malam atau bersendau gurau dengan anggota keluarga. Lebih lagi, para penonton konser live audisi dangdut ini yang dengan tiada hati berjoget saat saudara-saudara Muslim mereka sholat Magrib. Seperti tidak terbersit dalam relung nurani mereka, biasanya mereka sujud bersimpuh sholat Magrib. Kini malah berjoget dan hura-hura tidak karuan. Bahkan sampai tengah malam mereka berjoget dan bersorak sorai. Malukah mereka berbuat demikian? Saya kira tidak. Karena banyak dari mereka yang melakukannya. Karena banyak, pembenaran akan apa yang mereka perbuat menjadi konvensi otomatis dalam hati dan fikir mereka. Para crew atau penyusun acara ini saya yakin tahu betapa Magrib adalah waktunya umat Muslim beribadah bersama keluarga. Tapi demi uang sponsor yang berderet siap membuang uang mereka menutup fikir sehat mereka. Dan peak hour serta rating tinggi, toleransi seperti tidak diperdulikan. Semua demi mendapat rating penonton yang tinggi. Karena saya yakin pula, waktu Magrib adalah waktu kelurga berkumpul di depan televisi. Dan para penyusun dan crew seperti sudah membungkam hati nurani mereka. Uang dan uang yang ada dalam fikir mereka. Dan ini bukan sekadar mematikan televisi atau mendampingi anak saat menonton konser audisi live dangdut saja. Jumlah mereka yang faham akan tontonan baik dan bermutu jika dibanding dengan kepala keluarga yang memiliki televisi tentu akan jauh berbeda. Ini semua kembali kepada Pemerintah dengan Kementrian seperti Dishubkominfo dan juga KPI yang harus benar-benar tegas. Tugas mengawasi dan memilih tayangan dan jam tayang harus ditegaskan. Jangan KPI (pura-pura) tegas saat publik sudah muak dan banyak yang protes. Lalu kemudian cuma ditegur. Tegaslah! Salam, Solo, 10 Maret 2014 12:58 pm

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun