Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Saat Ini, Beberapa Caleg adalah Penjahat

8 April 2014   16:55 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:55 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ilustrasi: strausstroy.com)

[caption id="" align="aligncenter" width="491" caption="(ilustrasi: strausstroy.com)"][/caption]

Jangan ditanya, betapa rumit mengawal pemilu, perhelatan akbar lima tahunan itu. Bagaimana tidak, karena hampir di seluruh tahapan: mulai masa persiapan, pelaksanaan, dan bahkan sesudahnya, sangat rawan dinodai berbagai pelanggaran. Ada pelanggaran pidana, pelanggaran administrasi, pelanggaran etik, dan sengketa pemilu. Dan yang lebih runyam, dari berbagai pelanggaran tersebut, hampir seluruhnya berpotensi terjadi tindak pidana korupsi. (Majalah Integrito KPK Vol 37/TH.VI/Januari-Februari 2014 hal. 10)

Persepsi dan Makna Implisit Pada Caleg Dengan tidak mencoba mengeneralisasi semua Caleg yang nimbrung dalam Pemilu 2014. Secara perspektif yang tersirat, masa sebelum pencoblosan 9 April nanti, beberapa Caleg dianggap penjahat. Terutama Caleg yang miskin dan dangkal dalam berfikir. Jalan utama buat mereka adalah menggenlontorkan politik uang. Dengan beragam modus dan trik, para Caleg ini, merasa mampu menggugah pemilih untuk memilih mereka. Dengan iming-iming sembako, uang atau imbalan proyek, mereka menggiring pemilih. Yang terjadi secara perseptual adalah, Caleg seumpama penjahat. Masyarakat tahu bahkan geram dengan polah tingkah tipu-tipu dengan politik uang. Masyarakat pun bertindak dan menyuarakan anti politik uang atau 'serangan fajar'. Masyarakat secara implisit sudah mencap Caleg berpolitik uang seumpama penjahat. Karena masyarakat tahu track record yang biasa bahkan buruk seorang Caleg bakal mengundang suara yang sedikit. Portofolio diri Caleg yang minim prestasi tentunya mengundang inferioritas dalam bersaing dengan Caleg berprestasi. Jalan haram membagikan uang dan atau sembako demi meraih simpati pun dilakukan. Walau tidak ayal mengundang cibiran dan cemoohan dari masyarakat. Caleg ini seperti masa bodoh. Toh tidak banyak masyarakat yang 'melek Caleg'. Karena minim sosialisasi dan pendidikan bernegara yang baik. Masyarakat Dengan Skeptisisme Akut Persepsi right here right now adalah yang menjadi prinsip masyarakat dalam memilih. Kalau seorang Caleg memberikan segepok amplop berisi uang atau sembako gratis saat ini, mungkin saat ia menjabat nanti bisa lebih banyak yang datang. Seumpama anak kecil yang hanya mampu berfikir secara á la modé. Dimana apa yang baik saat ini cukup saat ini dirasakan. Nanti mungkin bisa membawa kebaikan lagi. Atau bahkan tidak perduli akan masa yang datang negri ini. Minimnya kepedulian dan sinisme pada pemerintahan yang bobrok menjadikan skeptisisme akan Pemilu yang baik. Kalau sudah beberapa Pemilu saja tidak mendatangkan kebaikan, buat apa milih yang dianggap baik. Mungkin masyarakat sudah bosan dan jenuh untuk terus dibohongi oleh para Caleg. Akumulasi pembodohan oleh Caleg ini menjadikan skeptisisme yang kuat. Apatis dan masa bodo pun mewabah. Masyarakat pun mau dan senang menerima 'serangan fajar'. Lalu memilih Caleg yang memberi ini-itu. Toh ini berarti buat para penerima. Maju atau tidaknya daerah mereka pun semua dipasrahkan mentah-mentah untuk Caleg tersebut. Toh dari waktu ke waktu, Pemilu yang ada serupa membawa masyarakat pada ambang sejahtera. Atau dapat dianggap pra-sejahtera. Kondisi dimana kata sejahtera adalah kata kunci mengibuli masyarakat. Parpol Minim Aktualisasi Calegnya Semua berkovergensi pada minimnya sosialisasi dan pendidikan tentang Pemilu itu sendiri. Sosialisasi dari KPU dan pejabat terkait adalah tentang cara mencoblos. Atau alih-alih memfokuskan opini pada jangan menerima politik uang dari para Caleg. Yang terkesan Caleg dibiarkan jahat, sedang masyarakat dibiarkan untuk dimangsa para penjahat Caleg tidak bermoral tadi. Bukan itu yang esensial. Didiklah para Caleg dari parpol untuk berpartisipasi dalam Pemilu dengan santun dan baik. Parpol tempat dimana para Caleg bernaung seperti mendiamkan dan memperbolehkan pelanggaran dari para Caleg dalam kampanye. Jangan-jangan memang tradisi parpol yang membuat para Caleg berpolah tinggkah bak penjahat dalam masa kampanye? Ini pun yang menjadi tanggung jawab pemerintah. Karena pemerintah berisi para wakil parpol bukan wakil rakyat. Pemerintah harus jangan mau diintervensi kepentingan parpol lagi. Saat menjabat kepentingan parpol nomor kesekian. Masyarakat yang harus diutamakan. Sayangnya, secara faktual terjadi kegamangan. Karena kaderisasi parpol yang memprihatinkan. Dan menjual tampang dan ketenaran akhirnya menjadi andalan parpol. Tidak heran para Anggota Legislatif yang ada saat ini banyak yang minim aktualisasi diri sebagai negarawan sesungguhnya. Karena isi dari gedung DPR adalah wakil parpol, menegur kecurangan dan keculasan adalah tabu. Toh 90% dari Caleg adalah pertahana. Banyak dari mereka yang mencalegkan diri kembali. KPU dan Bawaslu menjadi jiper atau ketakutan untuk menyelesaikan pelanggaran yang ada. Baik KPU ataupun KPUD lebih memilih 'menampung' pelanggaran kampanya yang ada, daripada menyelesaikannya. Pelanggaran menjadi hal yang lumrah. Berita menjadikannya berita hangat dan mengundang komentar penonton. Masyarakat pun geram dan gerah. Akhirnya skpetisisme pun bertambah. Caleg yang ada ujung-ujungnya sama saja. Semua merusak negri ini dan berkorupsi. Tindak tanduk para Caleg penjahat saat ini mencerminkan tingkah mereka saat menjabat nanti. Beberapa Caleg pun menjadi penjahat. Salam, Solo 08 April 2014 09:46 am

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun