Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dilema UN, Kepsek Pun Membocorkan Kunci Jawaban UN

22 April 2014   21:19 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:20 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ilustrasi: worldexploration10.blogspot.com)

[caption id="" align="aligncenter" width="458" caption="(ilustrasi: worldexploration10.blogspot.com)"][/caption] Inilah kiranya dilema sekolah saat Ujian Nasional (UN) berlangsung tiap tahun. Antara idealisme seorang pendidik untuk mengevaluasi hasil belajar sesuai kemampuan siswa. Di sisi lain, siswa yang tidak lulus akan mencoreng nama baik sekolah. Seperti menjadi beban tersendiri untuk perangkat sekolah, UN menjadi momok menakutkan. Akhirnya, jalan haram bin jaddah mengedarkan kunci jawaban UN pun dilakukan. Seperti dua Kepala Sekolah (Kepsek) SMA di Kabupaten Karanganyar Jateng yang tidak patut dicontoh ini. Mereka kedapatan sengaja membocorkan kunci jawaban UN SMA melalui email kepada sejumlah siswa sekolah mereka.

Dua kepala sekolah telah menjalani pemeriksaan di Mapolres Karanganyar terkait dugaan pembocoran kunci jawaban Ujian Nasional SMA. Mereka mengenakan tutup kepala atau bersebo, yaitu MY Kepala Sekolah MA Wonosegoro Boyolali dan YS Kepala Sekolah SMK Tunas Harapan Bangsa Boyolali. Mereka diduga telah memberikan bocoran kunci jawaban kepada sejumlah siswa di Karanganyar melalui email. MY enggan menjawab pertanyaan wartawan di Mapolres Karangnyar, Senin (21/4).

Kasatreskrim Polres Karanganyar AKP Agus Sulistianto mengatakan, berdasar keterangan dari DW yang merupakan guru honorer SMA Bhineka Karya, diketahui, kunci jawaban yang didapatnya berasal dari YS. Setelah ditelusuri, YS mengaku bahwa kunci jawaban itu diperoleh dari MY. (berita: halocities.com)

Ujian Nasional, Teror Untuk Sekolah Dan Siswa Pelaksanaan UN sejatinya sudah melanggar penolakan Mahkamah Agung dalam perkara bernomor: 2569/KPDT/2008. Namun Depdikbud dengan sang Mentri, M. Nuh tetap bersikukuh bahwa UN tidak menyalahi aturan dan perundangan yang ada. Mulai dari carut-marut distribusi soal UN tahun kemarin. Kemudian Konvensi UN yang hanya berisi pihak yang 'pro-UN'. Telah menyiratkan dengan pasti ketidakberesan yang berlangsung. (Lihat artikel saya : Akal-Akalan Konvensi UN ala Kemendikbud ; 80% Hasil Konvensi Ujian Nasional Hanya Soal Duit) Dan secara psikis, UN saya fikir telah membebani baik sekolah maupun siswa. Lihat saja sekolah yang selalu membuat pengayaan, kursus, sampai istighosah untuk para peserta UN. Belum lagi try-out UN baik yang diadakan pihak sekolah sendiri maupun dengan pihak luar. Yang semakin membuat gegap gempita UN adalah teror nyata pihak sekolah. Guru dituntut agar siswa mengerti semua soal dan kisi-kisi UN tahun lalu. Dan pihak sekolah kadang menggunakan cara haram demi meluluskan siswanya 100%. Nama baik sekolah adalah taruhannya. Sebuah teror psikis khusus, terutama untuk Kepsek. Sehingga, Kepsek sebagai nahkoda sekolah bisa saja putus asa. Akhirnya menyebarkan kunci jawaban UN. Semua demi nama baik bersama. Baik siswa dengan orangtua siswa dan juga sekolah sebagai tempat belajar siswa. Bagaimanapun, siswa tidak lulus adalah 'aib' bersama. Bahkan 'aib' ini menjadi mahfum secara regional. Pernah saya mendapat cerita teman guru SMP yang 'dipesankan' oleh Kadiknas daerahnya agar tidak terlalu ketat mengawas UN-nya. Kilahnya Kadiknas, ini semua demi 'kebaikan' bersama. Beban psikis siswa terhadap UN telah banyak saya bahas di artikel saya berikut Tawuran Pasca-UN, Katarsis Kebablasan UN Bukan Untuk Ditiadakan, Lebih Tepat Dievaluasi Saya sendiri tidak pro atau contra terhadap UN. Namun perlu kiranya ada sebuah evaluasi holistik dan sistemik tentang UN itu sendiri. UN yang pada jaman saya disebut EBTA/EBTANAS wajar dilakukan. Yang menjadi problematika menahun dan tak kunjung diobati adalah sistem dan esensi UN itu sendiri. Sistem UN yang ada mulai tahun SBY menjabat terkesan hanya menjadi proyek abadi tiap tahun. Semua hanya mengacu pada perbaikan sistem distribusi dan variasi soal. Distribusi soal kini semakin ketat. Mulai dari percetakan sampai sekolah dikawal polisi. Seolah menyiratkan yang akan menjadi peserta ujian adalah penjahat semua. Sehingga nanti dicuri atau dibom iring-iringan pembawa soal UN. Pernahkah terjadi demikian? Belum lagi variasi soal yang kini dibuat 10 bahkan 20 tipe soal. Tiap tipe soal untuk satu mapel berbeda 10 varian. Yang semakin menyiratkan peserta UN adalah penjahat kelas kakap yang cerdik dan culas. Dua varian soal tidak cukup. Kalau bisa pun, tiap siswa beda-beda varian soalnya. Sehingga peserta UN (baca: penjahat pencontek) tidak bisa tengak-tengok. Menyedihkan. Sejatinya, bukan semua hal diatas yang harus selalu difokuskan tiap UN. Namun harus holistik dan integral. Mulai dari siswa masuk ke sekolah sampai lulus, aspek-aspek yang ada haruslah menjadi penilain untuk UN. Dan yang mengerti dan memahami siswa dari mulai menjejakkan kakinya disekolah adalah guru. Dan ini pun disiratkan dalam UU Sisdiknas Tahun 2003 Pasal 58 ayat 1, sebagai berikut;

Evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.

Jadi gurulah yan seharusnya menetapkan siswa layak lulus atau tidak. Karena kekhasan tiap siswa dari tiap daerah di Indonesia ini pasti hanya guru yang mengetahuinya. Akses pendidikan yang baik saat ini hanya berada di pulau seperti Jawa, Bali dan Sumatra. Sedang daerah lain tidak optimal. Menohoknya lagi, siswa dengan akses pendidikan yang minim dipaksa setara dalam memahami soal UN. Ketimpangan pemerataan akses pendidikan di Indonesia nampaknya tidak pula menjadi evaluasi UN dari tahun ke tahun. Ke depan, saya tetap yakin UN akan menjadi sesuatu yang malah dinanti dan didamba siswa. Secara mental mereka siap dan yakin akan kemampuan diri. Di pihak lain, sekolah akan menelurkan generasi-generasi terhebat di masa datang. Semua untuk kejayaan Indonesia tercinta. Salam, Solo 22 April 2014 02:10 pm

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun