[caption id="" align="aligncenter" width="330" caption="(ilustrasi: mobavatar.com)"][/caption]
"Hati-hati di jalan ya papa!"
"Berhati-hatilah pada orang kurus kering yang suka nongkrong di pojok pos ronda itu' jelas ibu.
Sebuah ungakapa yang sering dan umum terdengar oleh kita semua. Berhati-hati bisa berarti waspada, selalu membuka mata ataupun menjaga diri pada suatu kondisi. Sebuah kata atau ungkapan asertif (menegaskan) agar si pendengar mendengar dan memahami ucapan si penutur. Sebuah pesan atau saran dari penutur untuk si objek bicara, baik sendiri ataupun berkelompok. Makna tersirat pun bersifat emotif (menjadikan rasa). Rasa perduli dan kasih pun tersirat dalam ungkapan 'berhati-hati'.
Namun, kenapa harus 'hati'? Dalam istilah medis yang juga disebut liver. Namun dalam bahasa koloquial (sehari-hari) dapat berarti perasaan atau nurani. Bisikan yang baik dan mengarah pada hal-hal positif. Sehingga ada istilah 'ikuti kata hati'. Karena dengan hati, kita mengolah rasa, cipta dan karsa. Karena dengan hati pula kita mengolah beragam fikir dan sisi memori otak dengan 'perasaan'. Dengan sebuah touch atau sense kemanusiaan yang diungkap dengan hati. Sehingga kata 'hati' dalam ungkapan 'berhati-hati' erat kaitannya dengan hati itu sendiri. Saya sedikit analogikan ungkapan berhati-hati dengan kata berhari-hari. Yang dimana awalan ber- memiliki arti memiliki atau posesi. Sehingga ungkapan berhati-hati secara literal memang memiliki banyak hati. Atau ditandai dengan pengulangan kata 'hati'. Serupa dengan kata 'berhari-hari' yan berarti memiliki banyak hari. Secara harfiah, maka ungkapan berhati-hati memang memesankan pendengar untuk memiliki banyak hati. Kenapa harus banyak hati? Misalkan kita dalam hendak beranjak pergi kerja. Ada pesan dari istri dan anak untuk berhati-hati. Karena hanya dengan hatila diri menjadi waspada. Dan selalu mendengarkan bisikan nurani. Bisikan untuk selalu mendengar apa yang baik dan benar. Dalam perjalanan, mungkin fikiran kita sudah fokus. Namun saat hati sedang bimbang dan galau, tentunya percuma saja berfokus. Saat satu hati kita sudah cukup lelah untuk merasa dan waspada di jalan. Maka perbanyak hati. Munculkan afirmasi positif yang berulang dan baik di dalam hati. Afirmasi untuk selalu berhati-hati. Gunakanlah banyak hati jika satu hati kurang cukup. Dalam ungkapan berhati-hati, si pendengar diberikan afirmasi positif untuk dapat merasa dengan banyak hati dan hati-hati. Dengan waspada-waspada atau dengan rasa-rasa, ataupun dengan feeling-feeling. Sebuah ungkapan yang luhur dan adidaya isi doa afirmatif yang diucapkan oleh penutur. Mencerminkan luhur dan humanisnya Bahasa Indonesia. Bahasa yang sarat makna dan nilai. Coba saya analogikan dengan ungakapan 'take care' dalam bahasa Inggris. Sebuah ungkapan yang lebih bersifat imperatif atau perintah. Tidak bersifat asertif dan sedikit makna yang bisa diurai. 'Take care' secara harfiah berarti mengambil perhatian atau metaforisnya berhati-hati. Namun sulit untuk memaknai perkata untuk ungkapan dalam bahasa Inggris, 'take' dan 'care'. Yang jika perkata difahami, akan sangat aneh dan ambigu dalam memaknai analogi berhati-hati. Mari cintai bahasa asing, dengan lebih mencintai bahasa sendiri. Salam, Solo 11 Juni 2014 10:13 pm
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H