Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Pengalaman Saya Melahirkan (Bagian 4)

26 September 2014   04:20 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:29 644
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(foto: mamamia.com.au)

[caption id="" align="aligncenter" width="480" caption="(foto: mamamia.com.au)"][/caption] Sebelumnya, Bagian 3

Si kecil mencoba mencari puting susu istri saya. Saya terus mengusap lembut rambut si kecil yang hitam. Menutupinya dengan handuk kering agar tidak kedinginan di waktu Shubuh hari ini. Memegangi jemarinya yang kecil dan keriput. Keriput karena berada di rahim hangat dengan air ketubannya. Memandangi wajahnya yang polos dengan mata terpejam. Mensyukuri ke belakang momen melahirkan si kecil dengan cinta. Betapa besar kuasa Tuhan yang telah mempercayakan kami melahirkan si kecil.

Bidan Yessi mengecek jalan lahir dan vagina istri saya. Hebat, istri saya tidak mengalami robekan saat si kecil keluar. Seolah latihan fisik dan mental kami untuk memberdayakan kelahiran terbalas manis. Sembari beres-beres kolam karet yang sudah kami gunakan, bidan Yessi mengecek detak jantung si kecil. Istri pun keluar dari kolam dan berbaring di tempat tidur.

Niat kami ingin ada lotus birth, ari-ari dan tali pusat si kecil kami coba biarkan mengering dan lepas sendiri. Baru setelah itu kami kubur di kampung halaman istri. Kami mencoba berterima kasih pada ari-ari dan tali pusat yang selama ini menjadi saudara si kecil. Karena dengan merekalah si kecil mendapat asupan gizi dari istri saya. Dan dengan jasa merekalah, si kecil juga bernafas dalam kehangatan kasih rahim istri saya.

Pagi menyingsing, si kecil menangis meminta diberi ASI. Istri dengan senyum bahagia dan seolah tanpa kantuk, terus berada di samping si kecil. Dibedong, sudah saya gendong saat tidur si kecil beberapa kali. Seolah kantuk tengah malam sampai pagi ini tidak kami rasakan. Momen melahirkan kami, saya dan istri yang luar biasa. Pengalaman yang akan selalu menjadi cerita indah untuk diceritakan putri kecil saya nanti.

Setelah apa yang saya lalui, melahirkan bukan saja beban dan momen istri. Namun beban ini adalah beban kami berdua. Karena melahirkan secara fisik dilakukan istri. Namun secara mental, seorang ayah juga merasakan kelahiran. Kelahiran menjadi seorang ayah. Menjadi pribadi yang baru. Sebuah momen penyambutan yang patut dilakukan bersama. Bukan Cuma istri. Memberdayakan diri demi si kecil. Karena kami yakin, si kecil sudah Tuhan berdayakan untuk dapat mencari jalan lahirnya. Tinggal kami, suami-istri, mencari jalan kami sendiri memberdayakannya.

Dan Bidan Kita dengan bidan Yessi membantu kami memberdayakan diri. Menjadi orangtua yang penuh cinta dan kasih menyambut buah hati. Sempat bidan Yessi bilang kepada kami. Jika kasus tali pusat menumbung seperti putri kecil kami sangat jarang. Jika di rumah sakit, vonis kelahiran Caesar biasanya langsung diberikan. Karena melihat bahaya dari terjepitnya tali pusat.

Namun, saat kami melahirkan si kecil bidan Yessi melihat kami mampu tetap melahirkan normal. Karena ia yakin, saya dan istri sudah memberdayakan diri dengan latihan cukup secara fisik dan mental. Sebuah keyakinan bidan Yessi yang sampai saat ini menjadikan kami orangtua yang sangat berbahagia. Putri kami lahir normal dan sehat. Dan sampai saat ini dan selamanya, bidan Yessi akan tetap menjadi bagian keluarga kami.

Terima kasih Bidan Kita. Terima kasih bidan Yessi.

[caption id="" align="aligncenter" width="241" caption="(Xaraya 1st Birthday 10/06/2013 | Dokpri)"][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun