Sadar atau tidak sadar, pemirsa TV sekarang disajikan iklan rokok hampir di setiap waktu. Walau sudah diatur penayangan iklan rokok yang setelah jam 21:30 WIB, kini bisa hadir kapan saja. Hal ini memang bertujuan menghindarkan penonton pemula dan anak-anak. Tentunya mencegah mereka menjadi calon perokok baru.Â
Namun, sayangnya iklan rokok sudah sangat 'licin' dan 'licik' menayangkan iklan mereka. Bukan hanya setelah pukul 21:30 WIB, namun bisa pagi, siang bahkan sore hari. Dengan dikemas sedemikian rupa, iklan rokok kembali serampangan hadir di setiap waktu tayang acara. Secara tidak sadar, kita dan anak kita menontonnya.
Sesuai dengan PP Nomor 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Lembaga Penyiaran Swasta, pasal 21 ayat (3) Iklan Rokok pada lembaga penyelenggara penyiar radio dan televisi hanya dapat disiarkan pada Pukul 21.30 sampai dengan pukul 05.00 waktu setempat dimana lembaga penyiarn tersebut berada. Untuk sanksi, di pasal 57 menyebut Lembaga Penyiaran Swasta yang menyelenggarakan siaran iklan rokok diluar ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 21 ayat (3) dikenai sanksi administrasi berupa denda administrasi untuk jasa penyiaran radio paling banyak Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah), dan untuk jasa penyiaran televisi paling banyak Rp. 1.000.000.000 (satu milyar rupiah). (referensi: usu.ac.id)
Iklan pertama yang sering saya lihat menjelang siang dan sore, adalah Djarum Bakti bulutangkis. Memang sepertinya, olahraga mayor seperti bulutangkis dan sepakbola tidak bisa lepas dari sponsor rokok. Namun, cara-cara mereka mengiklankan produk tidak sesuai dengan aturan yang ada. Kecenderungan licik pikir ala pengiklan rokok pun dilakukan.Â
Dalam advertorial Djarum Beasiswa Bulutangkis misalnya. Yang kita lihat Susi Susanti memberi semangat pada calon pebulutangkis muda Djarum Beasiswa Bulutangkis. Sayangnya, ada gambar besar tulisan Djarum tepat diseragam merah mereka. Dimana-mana disekitar lapangan bulutangkis, berjejer nama Djarum.Â
Lebih nahas lagi, jika mereka mencari tahu sendiri. Bukan masalah pengawasan orangtua. Namun lebih kepada pola hipnosis halus, bahwa Djarum saja bisa memberi prestasi, bukankah Djarum itu 'baik'. Sebuah pemikiran di bawah sadar (subconscious) seorang anak akibat melihat dan mengalami sensasi 'baik' dari Djarum.Â
Lalu, di sore menjelang malam berita olahraga yang ditayangkan salah satu TV swasta juga menayangkan iklan rokok. Walau apik dan ciamik dikemas dengan istilah 'Super Soccer'. Dimana istilah ini mengacu kepada ranah sepakbola. Sayangnya, dengan vulgar mereka menayangkan maskulinitas dari rokok itu sendiri.Â
Ciri-ciri maskulinitas ini yang memang menjadi ikon penanda utama iklan rokok. Ada hal yang sengaja 'dibengkokkan' (komodifikasi) dari merokok. Seolah merokok itu sehat dan menjadikan pria tangguh. Walau sejatinya jauh dari kenyataan bahwa perokok mungkin megap-megap lari 1 km. Dan ini dengan 'noraknya' diselipkan dalam acara berita olahraga tepat di peak-hour.Â
Dimana anggota keluarga duduk sigap di depan TV. Beberapa bulan lalu, belum saya lihat iklan-iklan rokok yang ditayangkan diluar jam tayang ini. Dibungkus dengan apik dan licik, seolah brand rokok harus selalu membuat polusi bawah sadar kita. Mungkinkah ini 'perlawanan' produsen rokok atas pelabelan DP (Disturbing Picture) di kemasan rokok? Sepertinya demikian.Â
Dengan kemasan yang cukup jelas dan mengerikan tentang dampak merokok. Sepertinya produsen rokok tidak ingin kehilangan 'penikmat setia' rokok. Baik bagi perokok pemula maupun yang sudah sepuh dan sakit-sakitan. Produsen rokok dengan cerdik ala kancil licik, membungkus iklan rokok mereka. Untuk ditayangkan diluar jam tayang.Â
Salam,Â
Solo, 29 September 2014Â
23:54 pm
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H