Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Kecilnya Tasmu Melukiskan Kecilnya Sudut Pandang Hidupmu

4 Desember 2014   21:17 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:02 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ilustrasi: pabriktasbandung.com)

[caption id="" align="aligncenter" width="500" caption="(ilustrasi: pabriktasbandung.com)"][/caption] Bersliweran mahasiswi seusai satu mata kuliah bukan sesuatu yang biasa. Karena kebetulan mengajar di Fakultas yang fokus pada keguruan, tak heran banyak kaum hawa yang ada. Selain karena profesi guru lebih 'aman' prospeknya di masa depan. Apalagi guru bahasa asing seperti bahasa Inggris, istilah mentok-mentoknya jadi guru bisa tercpai. Walau agak miris melihat prospek guru di Indonesia. Fakultas keguruan ternyata masih banyak diminati. Apalagi kaum perempuan. Karena mungkin perempuan adalah pembimbing dan pengayom, maka menjadi guru adalah pilihan. Mungkin ada perempuan yang pilih kuliah di Kebidanan ata Kesehatan. Namun tentunya, biaya yang dikeluarkan tidak sedikit. Jadi tidak heran, jika kadang satu kelas cuma saya pria. Kalau ada mahasiswa pun, biasanya tidak lebih dari 10, termasuk saya. Jadi, satu angkata mahasiswa baru, 80%-90%-nya adalah perempuan. Mungkin ini pula yang menjadikan Fakultas Keguruan lebih 'adem' daripada Fakultas Teknik. Dan, hampir setiap tahunnya setiap mode fashion bisa saya lihat cukup di kampus. Mulai dari hijab syari sampai jilbab warna-warni tidak karuan, dipakai oleh mahasiswi. Jika model baju, gaya jilbab atau tipe sepatu bisa berubah dari tahun ke tahun. Ada satu hal yang stagnan alias tidak berubah. Hal ini adalah besarnya tas, baik tas jinjing atau tas punggung. Rata-rata semuanya kecil. Dan ini hanya pengamatan saya saja, atau bisa benar adanya. Kecilnya tas menggambarkan kecilnya sudut pandang si mahasiswi. Benar atau tidak, hal ini relatif. Tapi yang saya amati di kelas dan area sekitar kampus, rata-rata pengguna tas kecil ini memiliki ciri tersendiri. Pertama, mahasiswi ini biasanya pandai bersolek. Mulai dari blush-on sampai lipstick harus selalu tampil menawan dan classy. Tas yang dibawanya, selain kecil juga sesuai model yang sedang in. Gaya baju sudah cukup up-to-date. Dengan padu padan warna yang cukup baik. Kadang menggunakan wedges atau flat shoes yang cukup bagus. Atau setidaknya tidak jelek-jelek amat. Oya, tidak lupa wangi parfum atau cologne yang semerbak jika saya berpapasan. Kedua, mahasiswi bertas kecil ini biasanya akan selalu bersama-sama geng-nya. Dengan kata lain, mereka yang 'setipe' akan berkumpul. Kalau sudah berkumpul, biasanya mereka juga menenteng minimal minuman yang mereka beli. Sambil mengutak-atik gadget yang cukup besar dan canggih. Sembari ngobrol ramai di depan kelas. Atau sekitar taman kampus atau ruang dosen. Entah apa yang mereka bahas. Tapi kalau sudah para mahasiswi fashionistas ini berkumpul, ramai. Ketiga, mahasiswi bertas kecil ini biasanya 'sepi' kalau di kelas. Ironi dari gaya dan cara mereka bergaul mereka di luar kelas. Jika mereka sudah di kelas, kebanyakan hanya diam. Saat diskusi banyak dari mereka yang diam saja. Atau mempresentasikan satu materi, mereka pilih membaca saja. Jika menjawab pertanyaan temannya pun sekenanya. Berbeda 180 derajat dengan kecakapan mereka di liar kelas. Saat mengerjakan tugas atau latihan di dalam kelas atau sebagai tugas pun, banyak yang nilainya seadanya. Pokoknya,, berbedalah kalau para mahasiswi bertas kecil ini di dalam kelas. Seolah merek tak mampu banyak dalam hal akademis. Dalam tas merekapun, saya yakin tidak ada buku atau referensi untuk kuliah. Tasnya saja kecil, mana muat buku besar dan berat untuk kuliah? Mungkin mereka mendapat buku dari temannya yang kebetulan di kampus. Yang ada di dalam tas, tak jauh dari benda-benda seperti dompet, lipstick, bedak, HP, kaca, spray cologne, parfum. Benda-benda kecil dan compact yang tentunya muat ke dalam tas jinjingnya. Ruang sempit dalam tas mereka yang seolah menggambarkan sempitnya sudut pandang mereka. Mau mencari dan mengurai ilmu, bukannya membawa buku sebagai sumber ilmu. Malah lebih pili bawa bedak dan lipstick atau lipgloss. Saya tidak melarang mahasiswi berdandan atau fashionable. Namun, jika cuma outer beauty yang selalu menjadi prioritas. Lalu dibiarkan kerin kerontang sudut pandang hidup dan ilmunya, untuk apa kuliah. Kuliah dengan tas kecilpun tidak ada yang melarang. Namun dengan syarat, isi kepala dan pandangan hidup sudah lebih dahulu diasah dan dipertajam. Saat kuliah, wanita fashionable, bertas kecil yang pandai bertanya dan jago berdiskusi adalah mutiara diatas mutiara. Salam, Solo, 04 Desember 2014 02:12 pm

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun