Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Jangan Mau Mengajar Mahasiswa

20 Desember 2014   07:33 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:54 742
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_384197" align="aligncenter" width="460" caption="A Lecturer (ilustrasi: theguardian.com)"][/caption] Mungkin bagi sebagian atau banyak guru, mengajar mahasiswa itu enak. Enak pertama, karena mereka sudah besar dan bisa belajar sendiri. Tidak seperti anak SD yang mesti diajar dan dibimbing guru atas satu mapel dengan telaten. Atau seperti anak SMP atau SMA yang harus benar-benar diberikan banyak penjelasan. Karena pada usia SMP atau SMP mereka masih labil dan sedang mencari jati diri. Enak kedua, karena mengajar mahasiswa sudah cukup kritis dan analitis, di kelas materi kuliah bisa terserap dengan baik. Beda dengan guru SD, SMP atau SMA yang mengolah siswa untuk menjadi kritis dalam belajar. Dengan susah payah 12 tahun mereka dididik dan ditempa untuk ketika mereka siap kuliah, dosen tinggal 'menikmati hasil'. Sayang sekali anggapan ini menurut saya salah. Mungkin dari 100% lulusan SMA, hanya 10%-20% persen yang benar-benar mandiri, kritis dan analitis saat kuliah. Siswa yang memiliki karakter pembelajar, mampu menembus Ujian Mandiri satu PTN terkemuka, atau melalui jalur beasiswa, PMDK dan semacamnya. Sisanya, yang menjadi mahasiswa adalah residu kebebalan akademik. Istilah residu kebebalan akademik ini maksudnya, mahasiswa yang masuk rata-rata minim kemandirian belajar, tidak fokus atas Jurusan yang diambil, dan minim motivasi. Jadi kadang, dosen inginnya memang ideal. Saat mahasiswa masuk, mereka langsung menggenjot sisi akademis mahasiswa dengan kencang. Karena anggapan awal, dengan memilih jurusan berarti mahasiswa baru mampu dengan baik bersikap analitis, kritis dan mandiri. Nyatanya, banyak dosen yang kadang harus kembali menyentuh skill dasar satu bidang Saya sendiri agak heran saat pertama kali mengajar anak-anak semester awal. Percakapan abhasa Inggris yang mereka gunakan sangat minim. Penguasaan grammar juga mengkhawatirkan. Apalagi dengan simpanan vocabulary yang sangat terbatas. Saya yang tadinya berharap mendiskusikan materi, mau tidak mau kembali membahas materi. Niatnya hendak mendiskusikan kenapa dan bagaimana Verb Tenses terbentuk dan terpola. Akhirnya kembali membahas apa dan macam-macam Verb Tenses pada mahasiswa. Saya fikir, bukannya ini adalah subjek di SMP atau SMA dulu. Seharusnya mahasiswa faham formula dan jenis-jenisnya. Namun saat saya sodorkan, mereka malah plonga-plongo. Alih-alih analitis, saya kembali membahas dan memberikan tugas seperti biasa. Dosen Jangan Mau Hanya Mengajar, Baiknya Juga Memotivasi Mahasiswa Dan dari tahun ke tahun, fenomena yang saya contohkan terus terjadi dan terulang. Mahasiswa seolah sudah malas belajar. Mereka sudah cukup jengah dan gerah selama 12 tahun belajar macam-macam. Dari tiap jenjang pendidikan, mungkin hanya sedikit yang terkait atar jenjang. Kini difokuskan pada satu bidang ilmu saat kuliah, mereka tambah mumet (pusing, Jawa). Apalagi bertemu lagi dengan guru. Walau sebutannya lebih 'keren' dan 'sangar', dosen. Tapi cita rasa dan cara mengajar tidak jauh dari guru-guru mereka sejak bangku SD sampai SMA. Dan bagi saya, dosen harusnya bisa lebih memposisikan diri lagi. Atau bahkan menggeser perannya. Bukan sebagai seorang guru seperti yang sudah-sudah. [caption id="" align="aligncenter" width="425" caption="(ilustrasi: livefitlean.com)"]

(ilustrasi: livefitlean.com)
(ilustrasi: livefitlean.com)
[/caption] Dosen sebaiknya lebih menjadi motivator belajar mahasiswa. Karena saya yakin, mahasiswa jika diminta dengan sungguh dan termotivasi, mereka sanggup belajar ilmu apapun. Karena mereka sudah pintar dan kadang kelewat pintar. Jika bertemu dengan dosen yang cenderung old skool alias konservatif, mereka bosan. Gaya mengajar ala SMA dan komunikasi ala anak muda yang cenderung dijauhi beberapa dosen. Hal ini membuat mahasiswa ilfill pada satu makul. Jatuhnya, malas memahami makul lalu jadi tidak termotivasi untuk belajar. Walau makul berbeda tapi dosennya sama, pokoknya dipukul rata, tidak menyenangkan. Jika dosen tidak mampu memotivasi mahasiswanya. Dan juga berkomunikasi dengan baik, tidak jauh apa yang sudah mereka rasakan dulu saat SMP/SMA dulu. Mungkin pula mahasiswa akan rindu seorang guru di SMP/SMA. Karena guru ini malah mampu mendorongnya untuk semangat belajar. Saya pun berkesimpulan sendiri setelah beberapa tahun mengajar. Tidak usahlah banyak-banyak materi yang diberikan. Saya lebih memilih memberi mereka pengalaman belajar dan mengajar yang tidak terlupakan. Karena kebetulan saya mengajar calon guru. Beberapa metode belajar saya terapkan, Dari yang konvesional dengan metode ceramah. Metode poster session, dimana mahasiswa membuat prakarya. Sampai metode membuat proyek exhibition atau pameran, saya lakukan. Semata-mata memberi mereka cara dan pengalam dalam mengajar bahasa asing. Kelak, jika mereka berniat menjadi guru ada yang diingat dan bisa dilakukan saat mengajar. Tentu dari pengalamannya saat mereka kuliah. Materi biasanya akan mudah terserap dan terfahami jika dosen mampu memahami komunikasi yang baik. Tidak pula dosen harus menjadi ahli sosmed atau berbaju gaul ala mahasiswa sekarang. Intinya adalah interaksi interpersonal dan karakter yang supel dan luwes. Tidak ada pula yang salah dengan dosen killer. Jika ia mampu menjaga komunikasi yang baik serta persona yang menarik. Dosen killer akan menjadi embel-embel saja. Killer-nya mungkin pada nilai yang cukup ketat. Tapi mahasiswa tahu kalau dosen tersbut orang yang baik. Malah dengan hal ini, mahasiswa malah terkesan dan mau belajar. Karena, banyak pula dosen yang monoton saat mengajar dan kaku dalam berinteraksi. [caption id="" align="aligncenter" width="395" caption="(ilustrasi: theleadershipnotebook.com)"]
(ilustrasi: theleadershipnotebook.com)
(ilustrasi: theleadershipnotebook.com)
[/caption] Selain secara akademis seorang dosen memang harus fokus dan cinta pada bidang ilmunya. Tidak salah membumbui diri dengan mampu memotivasi mahasiswa. Mahasiswa memang autonomous learner, atau pelajar mandiri. Namun bukan berarti dosen seenaknya memberi tugas me-resume satu bab tanpa bisa menyulut  rasa ingin tahu mereka. Walau banyak mahasiswa yang masih bingung akan cita-cita mereka, baiknya dosen memotivasi diri mahasiswa untuk merengkuh cita-cita. Walau sudah telat, mereka pasti bisa. Dengan satu syarat dasar, pelajari bidang ilmu yang sekarang digeluti. Dan yakinkan, rezeki dan pengalaman hidup bisa mereka dapat dengan ilmu yang mereka pelajari sekarang. Salam, Tangerang, 20 Desember 2014 12:33 am

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun